Senin, November 25, 2024

Putusan PN Jakpus Perihal Tunda Pemilu, Nasdem Dorong Untuk Dieksaminasi

- Advertisement -
Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Nasdem, Dr. Atang Irawan, SH. M.Hum(photo:repro)

BANNIQ.Id. Jakarta. Ketua Bidang Hubungan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan mendorong agar putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan perlu dieksaminasi.

“Putusan pengadilan yang menyimpang dari substansi dan proses hukum itu sendiri, bahkan telah menjadi kontroversi dalam penerapaan keadilan dipandang perlu dilakukan eksaminasi,” ujar Atang Irawan dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/3/2023).

Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim).

Menurut Atang, sebagai konsekuensi asas atau prinsip peradilan terbuka untuk umum (open justice principle), maka eksaminasi putusan pengadilan atau legal annotation merupakan ruang bagi publik dalam rangka menilai apakah sebuah proses persidangan, pertimbangan hukum dan putusannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau keadilan bagi masyarakat apa tidak.

“Maka dibuka ruang bagi publik untuk menilai sebuah putusan hakim dengan tidak mengurangi status dan kedudukan putusan tersebut,” katanya.

Eksaminasi ini, kata Atang, sesunguhnya bukan barang baru, karena sudah diatur dalam SEMA No 1 tahun 1967 tentang Eksaminasi. Bahkan, Mahkamah Agung (MA) dalam instruksi menyebutkan bahwa ketua pengadilan atau badan peradilan yang lebih tinggi melakukan pengawasan, jika perlu teguran hingga sampai hukuman jabatan.

Namun, jika memperhatikan konstruksi Pasal 42 UU No 48 Tahun 2009, KY dapat melakukan eksaminasi putusan yang telah incraht sebagai dasar untuk mutasi hakim. Karena itu, putusan PN Jakpus belum dapat dilakukan eksaminasi oleh KY.

Atang yang merupakan pakar ilmu tata negara mengusulkan dilakukan perubahan terhadap UU yang memberikan kewenangan kepada KY untuk melakukan eksaminasi putusan tanpa harus menunggu incraht, sepanjang tidak membatalkan putusan. Akan tetapi hanya terkait dengan kapasitas dan kualitas hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Baca Juga >>   Bersama Banggar DPR RI, Agus Ambo Djiwa Bertemu dengan Kepala Daerah Se Sulteng

Agar tidak terjadi konflik of the corps dan conflik off interest, maka lembaga eksaminasi ini haruslah independent atau di luar organ kekuasaan kehakiman, sehingga penting penguatan KY dalam rangka eksaminasi publik terhadap putusan-putusan pengadilan.

“Dengan demikian hakim akan berhati-hati menggunakan kebebasaannya bukan sebebas-bebasnya dalam rangka memeriksa dan memutus perkara sehingga akan terhindari dari orkestrasi yustisial yang dapat berakibat turbulensi dalam dunia peradilan,” ujar dia.

Dengan demikian, harapan lembaga eksaminasi putusan diberikan kewenangan terhadap setiap jenis putusan dalam rangka pengawasan terhadap proporsionalitas dan profesionalitas hakim menjadi sangat penting. Namun, sebagai catatan strategis bahwa hasil eksaminasi tidaklah berakibat pada putusan yang sudah ditetapkan, hanya berimplikasi terhadap hakim dalam memeriksa dan memutus pada suatu perkara.

Ibarat Bungee Jumping

Lebih jauh, Atang mengaku miris jika memperhatikan orkestrasi yustisial yang terjadi pada putusan PN Jakpus. Kata dia, keputusan penundaan pemilu merupakan lompatan dengan ketinggian melampaui batas konstitusi. “Putusan tersebut layaknya bungee jumping, karena banyak kalangan menilainya sebagai sebuah turbulensi yustisial yang sangat ekstrim,” sebutnya.

Kenapa dikatakan exstrim? Pertama, dalam UU Pemilu hal tersebut merupakan domain (komperensi absolute) Pengadilan TUN, bahkan tidak hanya diatur dalam UU Pemilu termasuk dalam UU PTUN. Kedua, perbuatan melawan hukum pemerintahan juga termasuk domainnya pengadilan TUN, bahkan secara tegas diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2019.

Ketiga, yang lebih menyayat asa keadilan rakyat bahwa PTUN telah memutus bahwa Penggugat tidak memiliki kepentingan dan termasuk legal standing sehinga di NO (tidak diterima) oleh PTUN. Namun, PN Jakarta Pusat justru mengabulkan permohonan bahkan melampuai apa yang dimohonkan (ultra petita).

Dalam putusan tersebut, hakim tidak sama sekali memperhatian ada dua jenis partai politik. Pertama, partai politik tidak lolos verifikasi, bukan sebagai peserta pemilu. Kedua, partai politik yang losos verifikasi sebaga peserta pemilu, sehingga partai politik yang bukan peserta pemilu seharusnya tidak memiliki legal standing terhadap tahapan pemilu sebagaimana dalam putusan PTUN.

Baca Juga >>   Bersama Banggar DPR RI, Agus Ambo Djiwa Bertemu dengan Kepala Daerah Se Sulteng

“Partai politik peserta pemilu yang tidak terlibat dalam perkara terdampak. Adilkah jika dalam peradilan perdata pihak ketiga yang tidak terkait sengketa mendapatkan akibat dari putusan tersebut?” kata dia, mempertanyakan.|***

BERITA TERKAIT

Berita Populer

Komentar Pembaca

error: