Rilis BPS Sulbar, Angka Kemiskinan Sulbar Menurun Tapi Kedalaman dan Keparahan Meningkat

Facebook
WhatsApp
Twitter
PLT Kepala BPS Sulbar,M.La’bi saat memberi keterangan Pers terkait data kemiskinan sulbar(foto: ham)

BANNIQ.Id.Mamuju, – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat merilis profil kemiskinan daerah tersebut untuk periode Maret 2025.

Berlangsung dalam konferensi pers yang digelar di kantor BPS Provinsi Sulawesi Barat pada Jumat (25/07/2025), BPS merilis data yang menunjukkan adanya penurunan persentase penduduk miskin secara keseluruhan.

Namun, di balik angka positif tersebut, tersimpan dinamika menarik terkait kedalaman dan keparahan kemiskinan, terutama di wilayah perdesaan.

Plt. Kepala BPS Provinsi Sulawesi Barat, M. La’bi, menjelaskan, pada Maret 2025, persentase penduduk miskin di Sulawesi Barat tercatat sebesar 10,41 persen. Angka ini menunjukkan penurunan 0,30 persen poin dibandingkan dengan September 2024.

Secara absolut, sebut La’bi jumlah penduduk miskin di Sulawesi Barat pada Maret 2025 adalah 152,31 ribu jiwa. Ini berarti terjadi penurunan sebanyak 3,60 ribu jiwa dibandingkan dengan data September 2024.

Kontras di Perkotaan dan Perdesaan
Analisis lebih lanjut dari data BPS menunjukkan trend yang kontras antara wilayah perkotaan dan perdesaan. M. La’bi memaparkan bahwa di wilayah perkotaan, angka kemiskinan justru mengalami sedikit kenaikan, dari 8,33 persen pada September 2024 menjadi 8,35 persen pada Maret 2025.

Sebaliknya, wilayah perdesaan menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin, dari 11,32 persen menjadi 10,94 persen.

Meskipun persentase penduduk miskin di perdesaan menurun, BPS menyoroti peningkatan pada Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Hal ini menjadi perhatian serius.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Sulawesi Barat pada Maret 2025 naik menjadi 1,71 dari sebelumnya 1,45. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh di bawah Garis Kemiskinan (GK).

Dengan kata lain, dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk mengangkat mereka keluar dari status kemiskinan. Senada, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga meningkat dari 0,30 menjadi 0,41.

Baca Juga >>  Pantau Persiapan Musda, DPP Golkar Berharap Pemilihan Secara Aklamasi

Peningkatan ini mencerminkan kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin yang semakin lebar. Ironisnya, kedua indeks ini, yaitu kedalaman dan keparahan kemiskinan, meningkat paling tajam justru di wilayah perdesaan, di mana persentase penduduk miskin secara umum menurun.

Ditambahkan M.La’bi fenomena ini, di mana indeks kemiskinan (persentase penduduk miskin) menurun tetapi kedalaman dan keparahan justru meningkat, adalah hal yang biasa terjadi.

“Itu hal yang biasa sebenarnya karena kita tidak mendalami betul kondisi kemiskinan itu. Kalau dia masih miskin terus berubah jadi tidak miskin atau keluar dari garis kemiskinan kita tidak tahu persis kondisi di dalamnya itu apakah sudah menjauh dari kemiskinan atau menjauh dari garis kemiskinan atau antara penduduk miskin itu memiliki variasi diantara yang miskin itu pendapatan atau pengeluaran yang berbeda sangat jauh,” bebernya.

Data ini menekankan, keberhasilan menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak serta merta berarti kondisi ekonomi kelompok termiskin membaik secara merata.

Tantangan sesungguhnya terletak pada bagaimana kebijakan dapat menjangkau dan meningkatkan kesejahteraan kelompok yang paling terpinggirkan agar mereka tidak hanya keluar dari garis kemiskinan, tetapi juga memiliki fondasi ekonomi yang lebih kuat dan merata.

pewarta:Irham,Editor:Asdar

Berita Lainnya