Menemukan Kembali Gairah “Band” di Sulawesi Barat
Oleh: Sahabuddin Mahganna
(Seniman & Musikolog Sulbar)
Sejak VOC 1602 menduduki Hindia Belanda, musik dan beberapa instrumen Eropa menjadi energi baru yang digandrungi. Dua abad setelahnya, anak- anak lelaki bersaudara dari timur Maluku menjadi selebritis lewat Timor Rythem Brothers 1945, diilhami musik Rock n Roll dari Amereka Serikat juga Instrumental The Shadows, The Ventures dan String-A- longs yang memukau. Dari Soerabaya, keluarga Tielmen melakukan perjalanan ke Belanda dan rekaman 1956-1960 menjadi The Four Tielman Brothers 1957 lalu The Tielman Brothers 1960. Sukses menggoyang negeri kincir angin, dan tercatat menjadi kelompok Band Rock atau Indorock pertama secara internasional. Aliran-aliran Band di seluruh dunia, diikuti seperti The Beatles (Liverpool 1960), The Rolling Stones (Inggris 1960), dan itu termasuk Indonesia pasca kemerdekaan.
Pengaruh Tielmen pada Koes Bersaudara 1958, menjadi cikal bakal Band Koes Plus, AKA di Surabaya 1967. Paling mengesankan ketika di pertengahan dasawarsa 1970 an, God Bless 1972 dan Massada 1973 segera memetik reputasi sebagai Band dengan aksi panggung (Live act) yang cemerlang, memiliki basis penggemar yang loyal. Dan ini boleh jadi berpengaruh ke daerah-daerah.
Menurut tahun yang sama, kelompok-kelompok musik di Sulawesi terkhusus di Sulawesi Barat pada genre Hawaiian, keroncong dan gambus, memasuki situasi yang terkondisikan pada instrumen kolaboratif secara hibrid dan alami. Kita kenal kelompok musik Rewata’a Rio memadukan musiknya yang dikenal dengan lagu-lagu Stambul, dan kelompok gambus bernuansa keroncong “Pikko” 1960 an, meramu genre seperti Gambus itu sendiri, dengan menggunakan alat dari Eropa Juck, Akulele, Contra Bass, Sello dan petikan Guitar Losquin.
Di Tahun antara1970-1980-an hiburan rakyat modern (Band) menjadi catatan bunyi di sekian banyak pertunjukan, pengagum-pengagum musik di Sulawesi Barat memperlihatkan eksistensi signifikan, dengan munculnya kelompok Gambus, Surayya cikal bakal menjadi Surya Band, Karya Jaya menuju Karisma Band, Senandung Resota Majene 1985, lalu 1990 menyusul Karisma, Surya Kaisar Band untuk Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar. Sementara itu, tidak jarang Band-Band dari luar seperti Toleransi di Sidrap, dan Al-Warda, Sarapo 1-2 di Pinrang semakin memperlebar, memperkaya dan semarak penuh gairah untuk menguji keahlian beberapa player di Sulawesi Barat.
Sayangnya, amplifikasi Elektrik meredup oleh rentetan waktu, baik dari sudut artistik maupun penyajian, pelaku mulai resah pada pengutamaan karya instan atau band yang diformat dengan banyak pemain secara Ensemble, menjadikan Elektrik Tone digandrungi. Materialistis Elektone memanjakan para penikmatnya dan menguntungkan.
Disisi lain munculnya kelompok Tammengundur, berhasil meramu pertunjukan keyboard tunggal dengan beberapa model sajian, tidak terkecuali drama komedi maupun pakem tradisional, membuat menajemen kewalahan dalam mengatur jadwal. Sisa player player itu memilih jalur akustik dan You Tube, memaksa mereka untuk melakukan kreativitas bebas untuk mendapat perhatian.
Sementara pecinta elektronik semakin bergairah, meminimalisir pertunjukan menuju Chaiyya Chaiyya (Karaokean). Dari sini membuka lebar-lebar hasrat penyanyi amatiran untuk menjadi artis satu malam, satu dua lagu pemuas keresahan menurut orang-orang dulu yang kecewa atau gagal menyanyi oleh karena surat panggilannya terbuang begitu saja. Dan Di era digital, status teknologi meningkat, menunjukkan adanya daya saing berat bagi kaum-kaum elektrik (Band),
Fakta-fakta di atas, betapa Hiburan Band di masyarakat seakan menjadi rejeki tersendiri bila sempat melihatnya di masa sekarang, indahnya pertunjukan itu terasa lengkap oleh karena kita dapat melihat sisi dan bentuk bunyi yang disajikan.
Band kembali digelorakan lewat komunitas-komunitas. One dO art secara mandiri, menggelar konser mahakarya, telah menggunakan Band eksplorasi dengan memadukan tradisi, Rock, dan pop kreatif serta sedikit Orkestra 2017, Nilam, Impossible, Adelweis, Kaze, Teletabis, Madatte Art, Black Hole, Manakarra, Band dll, Numerus 90, menabur benih-benih festival di akhir 2021 di Polewali Mandar, lalu Festival Band Kreatif 2022 oleh Dinas Pariwisata di Taman Budaya Provinsi Sulawesi Barat yang digagas oleh Ir. Irbad Kaimuddin (Anggota DPRD Provinsi). Dengan kembalinya liyan Ini, bukan tidak mungkin studio-studio latihan yang sempat gulung tikar segera mengatur jadwal.
Band disajikan dengan tekstur profesional dalam menjamu penikmatnya. Band, Keyboard Tunggal, Parodi Tammengundur, dan Caiyya_caiyya adalah penomena nyata yang tidak akan lapuk dari sejarah, meski telah mengalami pergeseran, namun inovasi pelakunya, kita mesti yakin mereka semakin kreatif. Kreatifitas anak-anak Band di tanah Mala’bi’ ini mencuat hebat, tidak ketinggalan Band Orkes 90 an, seperti Mamat GS. Semangat mudanya seolah bangkit bersama Kelompok “Pramuda” yang dibentuknya belum lama ini. Maju terus..Maju Taman Budaya, sebab kita baru saja menemukan kembali Gairah Band di Sulawesi Barat setelah lama vakum.
Sumber:
Bart Barendregt dan Els Bogaerts 2007.
Rusman Pikko 2019
Hatta Jaya 2021
Mamat GS. 2022.(*)