BANNIQ.Id.Sulbar. Penentuan besaran Honorarium Komisioner KPID Sulbar disoal, mengingat dalam Peraturan Gubernur Sulbar Nomor Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Honorarium dan Biaya Perjalanan Dinas Ketua dan Anggota KPID Sulbar, yang menjadi dasar penentuan besaran Honorarium bagi Ketua dan anggota KPID, sebagaimana di atur dalam pasal 3 Pergub ini. Menyatakan” Honorarium ketua dan Wakil Ketua KPID sebagaimana dimaksud pada pasal (2) ditetapkan dengan keputusan Gubernur Sulawesi Barat setiap Tahun anggaran berkenaan.
Berdasarkan itu, untuk honorarium Ketua Sebesar Rp. 5.500.000, Wakil Ketua Ro.5.250.000 dan anggota Rp.5.000.000.
Namun Acuan ini hanya berlaku untuk Tahun anggaran 2018, untuk tahun anggaran 2019 Honorarium untuk Komisioner KPID berdasarkan SK yang ditandatangani Ketua KPID berdasarkan Surat Edaran KPI, padahal Pergub ini masih berlaku sampai sekarang.
Hal ini memunculkan tandatanya, karena Pergub masih berlaku sementara tidak digunakan sebagai acuan, masih berlakunya Pergub ini berdasarkan penelusuran yang dilakukan laman ini di Biro Hukum Pemprov Sulbar.
Menjawab hal ini, Ketua KPID Sulbar, April Ashari, saat dikonfirmasi di kantornya,Selasa (10/3/2020) membenarkan bahwa dasar penentuan besaran honorarium tidak lagi mengaju ke Pergub Nomor 1 Tahun 2012.
” Pada saat kami selesai dilantik kami berkonsultasi dan rapat dengan Biro Hukum dan Keuangan terkait dasar penentuan honorarium, dalam rapat itu disepakati untuk tidak menggunakan Pergub, karena sudah ada acuan sesuai surat edaran KPI,saya tidak melempar bola ini yah, silahkan konfirmasi ke biro hukum” terang April Ashari.
Sehingga atas dasar kesepakatan tersebut, sambung Ashari atau lebih karib disapa Chali itu, melakukan rapat pleno dengan komisioner KPID, untuk pembuatan SK sebagai dasar Penentuan besaran Honorarium.
” Sesuai Rapat pleno yang saya lakukan bersama komisioner KPID, saya buatkan SK sesuai kewenangan yang diberikan dan Surat Edaran KPI, untuk Ketua Rp.12 juta dan anggota Rp.11 juta potong pajak,” Tegasnya.
Ketika ditanya, tentang Nomor Surat edaran KPI yang dimaksud, Chali tidak bisa menyebutkan karena yang tahu adalah anggota komisioner yang sementara Perjalanan Dinas.” Saya lupa, nanti karena komisioner bagian kelembagaan masih perjalanan dinas ke Palu,” imbuhnya.
Lebih jauh Chali menguraikan dengan besaran honorarium tersebut karena Komisioner KPID Sulbar, disetarakan dengan Eselon II.
Terpisah, Kasubag Penyusunan Perda dan Pergub Biro Hukum Pemprov Sulbar yang ikut rapat pembahasan acuan Honorarium tersebut,Afrizal membenarkan bahwa Rapat bersama dengan Komisioner KPID dan keuangan memang menyepakati bahwa Pergub sudah tidak menjadi acuan sebagai dasar penentuan besaran honorarium.
” Memamg waktu itu kita bahas , memang kita sepakat untuk tidak mempergubkan lagi,karena telah diberikan Hibah karena yang diberikan hibah bukkan prngkat daerah dan sesuai prinsip Hibah yakni merencankaan,melaksanakan,dan mempertanggung jawabkan sendiri, sama sifanya seperti KONI,PMI,” Tegasnya.
Meskipun Demikian, sambung Afrizal tidak boleh juga dibuat sendiri tanpa dasar atau seenaknya.
” Meskipun diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri besaran tersebut, tidak berarti juga kita seenaknya kasi naik,tentu mengacu pada standar KPI perbandiungan dengna daerah lain yang sama PAD, kalau berlebihan atau menaikkan tidak wajar, pasti kalau diaudit BPK pasti temuan,” Ungkapnya.
Kemudian perihal tidak dicabutnya Pergub yang mengindikasikan adanya Anomali hukum, karena ada dua aturan yang mengatur urusan yang sama, Afrizal menilai dicabut atau tidak dianggap sudah tidak berlaku karena tidak relevan lagi.
” Tanpa dirubah atau dibatalkan tetap dianggap tidak relevan lagi, aturan di pusat juga banyak seperti itu contohnya PP 38 tentang pembagian urusan Pemerintahan/kewenangan, sudah tidak berlaku karena tidak relevan lagi dengan UU Nomor 23,” Tandasnya.
Untuk kajian hukumnya lanjut Afrizal, hal tersebut mengacu pada Permendagri 32 Tahun 2011 tentang Hibah dan Bansos,serta Pergub Nomor 4 tahun 2017 tentang Hibah.
Sementara itu, Mantan Kabid Anggaran BPKAD Sulbar Darwis Damir, yang mengetahui waktu dibahas persoalan ini, menjelaskan acuan Pergub karena dulu KPID masuk program dan kegiatan Dinas Terkait.
” Karena dulu itu KPID masuk program dan kegiatan di dinas terkait setelah UU 23/2014, KPID tdk lagi dibiayai lewat program tapi lewat Hibah Makanya ditahun 2019 tdk ada lagi di standar satuan harga Sekarang,” Terangnya.
Menanggapi Persoalan adanya anomali hukum ini Pakar Hukum Tatanegra Unhas,Prof.Dr.Aminuddin Ilmar,menilai jika ada Pergub baru yang mengatur hal yang sama, maka dalam Pergub tersebut semestinya diatur tentang pencabutan Pergub yang lama.
” Seharusnya kalau ada Pergub baru yang mengatur hal yang sama maka dalam Pergub itu sudah diatur tentang pencabutan Pergub yang lama itu biasanya diatur dengan aturan atau ketentuan peralihan, Berarti kalau itu tidak ada, maka tidak lasim saja, berarti ada dua aturan yang mengatur hal yang sama ?, Kalau saya tidak lazim, kalau itu benar Pergub sama isinya,” Pungkasnya.|smd