Jumat, Oktober 4, 2024

Ahmad M. Sewang: Khazanah Sejarah(Pertemuan dengan Prof.Dr.Karel.Steenbrink di Leiden

- Advertisement -
Universitas Leiden Belanda(Photo: Int)

KHAZANAH SEJARAH:
PERTEMUAN PROF. Dr. KAREL STEENBRINK DI LEIDEN
Oleh : Ahmad M. Sewang (Guru Besar Peradaban Islam UIN Alauddin Makassar)

Begitu banyak pengalaman menarik ketika research dan study selama setahun di negeri “kincir angin”. Di antara pengalaman itu adalah ketika kami bertemu dengan seorang misiologi Katolik di Leiden, Prof. Dr. Karel Steenkbrink. Beliau pernah ditugaskan di UIN Sunan Kilijaga Jokyakarta sebagai tenaga dosen yang diperbantukan oleh Leiden Universiteit. Tidak heran jika banyak mahasiswa bimbingannya di Indonesia, di antaranya Husni Rahim, mantan Dirjen Pendidikan Islam di Kementerian Agama R.I. Beliau inilah yang mengirim tafsir Alquran dalam bahasa Indonesia. Tidak heran jika orang pertama yang kami hubungi ketika tiba di apartemen, tempat kami menginap selama di Leiden adalah beliau.

Karel Steenbrinklah yang menjadi orang pertama memberi petunjuk di apartemen itu tentang daerah suci yang bisa ditempati salat berjamaah, beliau juga memberi arah kiblat yang tepat. Jadi orang pertama memberi petunjuk tentang arah beribadah dengan tepat ke Kiblat adalah seorang misiologi Katolik yang berkantor di bekas rumah Snouck Hurgronje. Saya mulai sadar saat itu bahwa ternyata kebaikan itu bisa saja datang dari siapa pun, sangat tergantung pada tingkat peradaban masing-masing orang, tidak tergantung pada perbedaan agama yang dianutnya. Ini juga meruntuhkan sebuah pendapat bahwa tidak semua misiologi Katolik kaku dalam berpendapat.

Satu hal yang sangat mengesankan, yaitu ketika kiriman tafsir Alquran dalam bahasa Indonesia dari Husni Rahim di Jakarta, saya serahkan pada beliau. Prof. Steenbrink begitu gembira menerimanya sambil berkata, “Tafsir Alguran ini sudah lama saya tunggu.” Tafsir ini pasti akan menambah khazanah pengetahuan saya tentang Alquran, sebab saya kebetulan mengajarkan tafsir di Mcill University Montereal Canada. Mendengar itu, justru membuat saya kagum di hati bahwa sejak anak-anak saya sudah belajar Alquran sampai sekarang, tetapi belum pernah mengajarkan tafsir Alquran.

Berbeda dengan beliau, dia seorang misiologi dan mengajarkan tafsir Alquran. Saya mulai merenung dan mencoba menyimpulkan tentang apa yang sedang terjadi di depan saya bahwa seorang orientalis belajar Alquran adalah sebagai bagian ilmu pengetahuan. Berbeda kebanyakan umat Islam belajar Alquran yang penekanannya lebih pada keyakinan daripada pengembangan ilmu. Memang beberapa hari kemudian saya mendapat undangan resmi dari Prof. Stembrink untuk hadir pada sebuah diskusi ilmiah dan beliau sendiri pemakalahnya berjudul, “Liefdesverhaal tussen profeet Yusuf en Siti Zulaikha gebaseerd op het heilige boek.” (Kisah Cinta antara Nabi Yusuf dan Siti Sulaekha berdasarkan kitab suci). Beliau membahas kitab suci pada angel tertentu, sedang angel ini kurang disentuh oleh para mahasiswa muslim di Indonesia.

Satu hal yang sangat menarik lagi, ketika beliau ingin meninggalkaan apartemen tersebut, yaitu beliau berjanji akan datang menjemput kami untuk suatu hari akan mengantar kami berziarah ke kuburan “Syekh.” Kami kaget, karena tidak mengetahui siapa yang dimaksudkan beliau Syekh itu. Sampai beliau menjelaskan bahwa yang dimaksudkan adalah Snouck Hurgronje. Janji beliau itu benar dipenuhi pada suatu saat. Beliau datang menepati ianjinya lengkap dengan fisilitas kendaraannya sendiri. Habis ziarah di kuburan “Syekh” itu, beliau langsung membawa kami ke masjid Redderkerk di Den Haag, untuk menyaksikan upacara keagamaan komunitas tarekat Naksabandiah di sana.

Masjid tersebut adalah sumbangan pemerintah Belanda ke masyarakat muslim Maluku. Karena pemerintah Belanda adalah sekuler yang tidak bisa menyumbangkan masjid, maka sumbangan itu disebut sumbangan kebudayaan ke masyarakat Maluku.

Prof. Snouck Hurgronje lahir, 8 Februari 1857, Oosterhout, Belanda dan wafat: 26 Juni 1936, di Leiden, Belanda. Snouck pernah menjadi salah seorang mahasiswa teologi di Universitas Leiden pada tahun 1874.  Pada perjalanan menuju ziarah kekuburan Snouck, saya mengambil kesempatan bertanya pada Prof. Karel Stembrink sebagai seorang guru besar dan peneliti senior di Universitas Utrech. Apakah Snouck Hurgronje itu seorang muslim atau Kristen? Di sini kami mendapatkan jawaban beliau yang menarik dan sangat berkesan, sebab jawabannya tidak sekedar hitam putih, melainkan lewat analisah sebagai peneliti. Mari kita ikuti analisah beliau itu: Pertama, kata Steenbrink bahwa yang kami ketahui, kata beliau, Snouck Hurgronje pernah masuk Islam, yaitu ketika beliau bertugas pada era kolonial di kedubes Belanda Jeddah. Setelah itu, tidak pernah kami mendengar setelah itu beliau keluar dari Islam. Hanya saja jika dia seorang muslim, maka dia termasuk bukan muslim yang baik karena dia tidak pernah menunaikan kewajiban salat.

Paling tidak dia seorang muslim yang berpaham teologi Murjiah yang membolehkan seseorang muslim bersyahadat walau pun tidak salat. Kedua, jika dia seorang Kristen juga dia seorang Kristen yang tidak baik, karena menurut penelitiannya, Snouck tidak pernah mengikuti misa di gereja. Akkhirnya, Karel Stembrink menutup analisanya dengan berkata bahwa yang jelas beliau ketika meninggal dunia, 26 Juni 1936 di Leiden, beliau diupacarakan berdasarkan tatacara Islam Ahmadiyah karena Islam Ahmadiyahlah yang berpengaruh di Belanda tahun itu. Sampai hari-hari terakhir kami di bibliotheek Leidse, masih menyaksikan terjemahan Alquran dalam bahasa Belanda, tulisan Muhammad Ali yang bermazhab Ahmadiyah.

Akhirnya, jika ditanya kenapa kami, follwoers IAIN, begitu dekat dengan Prof. Karel Steenkbrink? Sebab munurut pandangan kami, itulah perintah Allah swt. Sepanjang yang saya ketahui, “Kepada siapa pun dan beragama apa pun, umat Islam diperitahkan berbuat baik dan adil sepanjang mereka berbuat yang sama dan tidak memusuhi kita.” (Baca QS Al-Muntainah, 8-9). Artinya, jika saja kepada Saudara kita non muslim, kita diperintahkan Allah swt. berbuat baik dan adil, apa lagi ikhwan sesama muslim sendiri sekalipun berbeda organisasi atau mazhab. Hanya dengan kemampuan menghormati sesama manusia, umat Islam akan dihitung sebagai umat sang pemilik authority yang terhormat.|*

Wasalam,
Makassar, 10 Maret 2022

BERITA TERKAIT

Berita Populer

Komentar Pembaca

error: