BANNIQ.Id. Mamuju – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Barat (Sulbar) kembali menggelar acara “Obrolan Santai Bank Indonesia Bareng Media (OSBIM)” dengan tema “Karya Kreatif Ekonomi (Kke)” pada Kamis, 19 Juni 2025. Bertempat di Atrium Mall Maleo Town square, kegiatan ini dihadiri langsung oleh Kepala BI Perwakilan Sulbar, Eka Budi Nugroho, Deputi Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Barat, Erdi Fiat Gumilang, serta puluhan jurnalis dari berbagai media di Sulawesi Barat.
Dalam kesempatan tersebut, BI Sulbar memaparkan kondisi terkini perekonomian Sulawesi Barat yang menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan.

Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I tahun 2025 mencatat pertumbuhan sebesar 4,83% (yoy). Angka ini menunjukkan perlambatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,65% (yoy), dan juga lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 4,87% (yoy).
Menurut Erdi Fiat Gumilang, Deputi Perwakilan BI Indonesia Sulbar, perlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor baik dari sisi lapangan usaha maupun pengeluaran.
“Perekonomian Sulawesi Barat saat ini melambat dan bagusnya tidak ada penurunan, hanya saja melambat dibanding triwulan sebelumnya,” ungkap Erdi.
Dari sisi lapangan usaha, sektor konstruksi menjadi pemicu utama perlambatan. Hal ini disinyalir akibat belum optimalnya realisasi belanja modal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga juga belum menunjukkan penguatan signifikan, meskipun sempat terdorong oleh momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri pada Maret 2025.
Inflasi Sulbar Tertinggi Kedua di Sulampua
Selain pertumbuhan ekonomi, BI Sulbar juga menyoroti kondisi inflasi di daerah ini. Tingkat inflasi Sulawesi Barat pada Mei 2025 tercatat sebesar 3,21% (yoy). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang berada di angka 1,60% (yoy).
Secara bulanan, Sulbar mencatatkan deflasi sebesar -0,22% (mtm).
“Beberapa komoditas yang memberi andil deflasi adalah tomat, ikan segar (seperti ikan tuna dan ikan kembung), serta cabai rawit dan bawang merah akibat lancarnya pasokan dari berbagai daerah sentra produksi,” jelas Erdi Fiat Gumilang.
Namun, meskipun ada beberapa komoditas yang mengalami deflasi, inflasi secara keseluruhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga beras, tarif angkutan udara, tarif pos, dan makanan jadi seperti nasi dengan lauk.
Lebih lanjut, Erdi menjelaskan bahwa inflasi Sulbar menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), setelah Papua Pegunungan (5,75%). Secara spesifik, kota Mamuju mencatat inflasi tahunan sebesar 3,06%, sedangkan Majene 2,13%.
pewarta: irham,editor:asdar