
BANNIQ.Id.Sulbar. Penanganan Tindak Pidana di luar peradilan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang berperkara, atau keadilan Restoratif (Restoratif Justice) terus digalakkan Kejati Sulbar.
Seperti halnya hari ini Rabu 23 Maret 2022 sekira jam 09.00 Wita pagi bertempat di tenda kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Didik Istiyanta,SH,MH melaksanakan paparan perkara yang diusulkan untuk Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dengan didampingi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat Agustin,SH , Asisten Tindak Pidana Umum , Baharuddin,SH Koordinator Pidum,B.Hermanto, Koordinator Intelijen Agus K alam, Kepala Seksi Oharda , Andi Sumardi, Kepala Seksi Penerangan Hukum,Amiruddin, Kepala Kejaksaan Negeri Mamuju dan Kepala Kejaksaan Negeri Polewali Mandar serta para Kasi Pidum dan Penuntut Umum.
Kasi Penkum,Amiruddin,SH menyampaikan, Ekspose perkara dilakukan secara virtual yang dihadiri dan dipimpin langsung oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Disebutkan, Adapun 2 (dua) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat adalah sebagai berikut:
1. Tersangka MUHAMMAD AMIN ALS. ASO dari Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
2. Tersangka HAPIDUN alias PIDUN bin HALIMUDDIN dkk dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif;
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Mamuju dan Kepala Kejaksaan Negeri Polewali Mandar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
” Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.,” tutup Amiruddin.|rilis–asdar