Senin, November 25, 2024

Menggapai Ruh Imajinatif dalam Larik-larik Puisi Perjalanan Rahmat Muhtar

- Advertisement -
Suasana malam peluncuran Buku Puisi Perjalanan Rahmat Muhtar di TB Buttu Ciping Tinambung Polman(photo:uwake)

Menggapai Ruh Imajinatif dalam Larik-larik Puisi-puisi PERJALANAN Rahmat Muchtar

Proses kreatif dalam diri Rahmat Muhtar, sebagai seniman Multi talenta, selain perupa ia juga sebagai penulis puisi tersemiotik dalam hasil-hasil karya-karya yang ia torehkan.

Titian waktu dan ruang yang menjadi media melahirkan karya turut mempengaruhi karakteristik produk Seni yang ia hasilkan. Tak dapat dipungkiri kota Jogjakarta adalah kota yang membentuk karakter berkesenian Rahmat Muhtar menjadi seniman yang profesional dengan dasar-dasar Seni yang telah ada dalam dirinya tertempa di kampung halamannya di Mandar, karena di kota inilah ia sempat menjadi mahasiswa jurusan seni rupa di salah satu Perguruan tinggi di kota pendidikan ini

Lalu jiwa petualang Muhammad Rahmat Muchtar, menyempatkan ia berkesenian di pulau dewata, Bali . Rangkuman proses kreatif itulah yang terekam dalam sebuah karya buku, puisi-puisi perjalanan, dimana merupakan suatu karya-karya puisi Rahmat dari tiga kumpulan puisi yakni Jogja Ibu Rantau, Kampung Halaman dan Bali Sahaja yang diinteraksikan dalam sebuah hajatan pertunjukan musik serta pajang visual/seni rupa yang dilaksanakan di Taman Budaya dan museum Sulawesi Barat, Buttu ciping, Tinambung, Polman pada Selasa, 29 November 2022, pukul : 19.30 wita.

Hajatan simbiosis perjalanan ini, dimana Rahmat nampak memperjelas pergaulannya selama ia kembali di Mandar dan mendirikan Uwake yang didalamnya terdapat insan kreatif seni anak-anak lingkar musik uwake yang ia asuh guna turut pula memberikan warna interaksi melalui eksplorasi musik, yang selama ini kuat mengaransemen akar tradisi kolab modern serta menggarap lagu lewat puisi-puisinya.

Meskipun Rahmat berlatar formal yang sempat mencicipi akademik seni rupa disalah satu universitas di jogja, namun pergaulan dari berbagai lintas bidang seni membawanya ia hilir mudik dari dari tiga ruang tersebut, yakni rupa, puisi dan musik.

Khusus untuk karya-karya puisinya,
Pergulatan eksplorasi kreatif yang bisa dikatakan panjang, terhitung dari mulai karya-karya puisi 90an sampai rentang 2000an, membentang gugusan pengalaman hidup dari mulai wacana, individu, kesenian, cinta, masa-masa rantau menimba ilmu, sosial, politik, spiritual serta kemanusiaan dan kebudayaan secara umum, yang lahir dari interaksi dari berbagai persentuhan diantara bebrapa kota yang ditandangi dengan perspektif yang beragam.

Malam istimewa peluncuran buku puisi-puisi perjalanan, ditandai dengan sambutan Hamzah ismail selaku Camat Tinambung, sekaligus meluncurkan buku tersebut dengan memilih salah satu puisi pendek yang ada dalam buku tersebut untuk dibacakan.

Bagi Rahmat, puisi selain sebagai peristiwa ekspresi mencurahkan kebebasan gagasan terhadap suatu hal dalam kehidupan, puisi- puisi pada prosesnya tumbuh fungsi pula menjadi cermin introsfeksi, radar pelacak temukan serta hayati gelombang persaudaraan, alam, cinta dan labirin kemanusiaan. Menjadi peta juga lumbung membaca serta menyimpan literasi perjalanan.

Alur penciptaannya bisa berawal dari suatu catatan harian yang diolah kembali menjadi pemadatan kalimat dan kata hingga berbentuk puisi, bisa pula dengan telanjang dari awal berbentuk larik puisi yang kemudian terus diperas menjadi padatan kalimat yang pendek, sehingga kadang melahirkan semacam puisi-puisi pendek.

Dalam perhelatan ini, dari berbagai karya yang dibacakan termasuk puisi Benteng keMandaran, Ampas Boro, Ibu, Buku dari Lautan Mati, Sampah dan interaksi musik dari teman-teman lingkar Musik Uwake yakni Kampung Halaman, Sahur kedua, Mainan Anak-anak, Pattuma, Alamku Rusak. Selain itu, terdapat pula interaksi pajangan visual karya Rahmat olahan puisi dan visual di atas kanvas yang berukuran 50x60cm sebanyak 6 karya, yang saling bersimbiosis dalam satu artepak perjalanan.

Acara simbiosis perjalanan diselenggarakan oleh Uwake Culture Foundation dan di support oleh Taman Budaya dan Museum Sulawesi Barat serta Komunitas Sure’ Bolong.

Tinambung 30 November 2022

BERITA TERKAIT

Berita Populer

Komentar Pembaca

error: