BANNIQ.Id. Mamuju.- Polemik pertambangan pasir di wilayah Kalukku dan Karossa, dan Tapalang Provinsi Sulawesi Barat, terus bergulir dan mendapatkan perhatian serius dari DPRD Sulbar.
Wakil Ketua DPRD Sulbar, Munandar Wijaya mengungkapkan, pihaknya telah menindaklanjuti aspirasi masyarakat sejak awal periode kepemimpinan mereka, termasuk menerima permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan peninjauan lokasi.
Munandar Wijaya secara khusus menyoroti kunjungannya langsung ke lapangan di Kalukku untuk melihat kondisi riil dan mendengarkan aspirasi baik dari pihak perusahaan maupun masyarakat yang merasa terancam oleh potensi dampak pertambangan, meskipun aktivitasnya belum berjalan.
Langkah proaktif ini menunjukkan komitmen DPRD dalam memahami persoalan secara mendalam.
“Sejauh waktu kami dilantik di periode ini, memang masyarakat di Kalukku dan Karossa sudah mulai beberapa kali permintaan RDP dan peninjauan lokasi,” ungkap Munandar Wijaya, selasa (6/5/2025).
Sehingga di fase itu lanjut Munandar, di beberapa tahun kami sudah tindak lanjuti. Bahkan secara khusus untuk di Kalukku itu, saya terjun langsung ke lapangan melihat kondisi, mendengarkan pihak perusahaan dan masyarakat yang merasa berdampak dengan risiko-risikonya, sekalipun pertambangan itu belum jalan.”
Dalam upaya mencari solusi yang komprehensif, DPRD juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dinas Lingkungan Hidup, serta melibatkan Balai Wilayah Sungai. Dari hasil koordinasi dan peninjauan lapangan bersama dinas terkait, ditemukan sejumlah persoalan krusial.
“Berikut juga kita koordinasi dengan orang-orang dinas PTSP, SDM, lingkungan hidup, bahkan kita libatkan juga pihak balai, Balai Sungai. Memang dari fakta-fakta dan data-data yang kami dapatkan, dan itu secara bersama-sama dinas turun ke lapangan dan melihat langsung, ada dokumennya, banyak persoalan. Memang salah satunya itu banyaknya pengakuan masyarakat yang tidak pernah bertanda tangan tetapi merasa dicakup tanda tangannya,” beber Munanadar Wijaya.
Sekertaris DPW PAN Sulbar ini juga mengungkapkan temuan di lapangan terkait sengketa lahan yang menjadi salah satu sumber utama konflik. Pihak perusahaan mengklaim lahan tersebut aman secara administrasi dan perizinan, dengan dasar adanya penyerahan dari masyarakat.
Namun, masyarakat yang menolak pertambangan mengklaim bahwa lahan tersebut adalah tanah leluhur mereka, sehingga memicu sengketa yang berkepanjangan.
“Waktu kami berkunjung di sana, yang jadi persoalan adalah klaim yang dianggap oleh pihak perusahaan sebagai tanah atau wilayah yang sudah aman secara administrasi dan juga perizinan penyerahan dari masyarakat. Itu juga ada yang diklaim oleh masyarakat yang menolak bahwa itu adalah tanahnya, tanah nenek moyangnya, dan seterusnya. Sehingga konflik itu sampai hari ini terus berjalan karena klaim-klaim itu adalah sengketa lokasi, sengketa lahan,” jelasnya
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, data-data yang terkumpul, diskusi, rapat dengar pendapat, dan aspirasi masyarakat, serta melibatkan pihak terkait terutama dinas, DPRD Sulbar telah mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin pertambangan.
“Dari hasil perjalanan kunjungan lapangan, terus melihat data-data, diskusi, rapat, dengar pendapat, menerima aspirasi masyarakat, kita libatkan pihak terkait terutama dinas terkait, itu kami rekomendasikan untuk dievaluasi. Waktu itu kami terbitkan surat rekomendasi DPRD untuk mengevaluasi. Kita minta Pemprov dalam hal ini dinas terkait untuk mengevaluasi itu semua, termasuk terbitnya perizinan, bagaimana menyelesaikan lapangan,” tegas Munandar Wijaya.
Munandar Wijaya menegaskan bahwa DPRD tidak dalam posisi menolak pertambangan secara keseluruhan. Namun, ia menekankan pentingnya prosedur yang benar dan pelibatan masyarakat dalam setiap prosesnya. Penolakan dari masyarakat harus diselesaikan dengan baik-baik, menghindari tindakan represif yang dapat memperburuk situasi.
“Kita tidak dalam posisi a priori menolak tambang. Kita di DPRD tidak pernah menolak tambang, saya pribadi tidak pernah menolak tambang. Tapi kan kita juga harus melihat prosedur.
Yang kedua, kita juga harus mengikutsertakan masyarakat di dalamnya. Kalau ada penolakan, selesaikan dengan baik-baik, jangan kemudian nyosor begitu saja supaya ketersinggungan masyarakat, terutama yang berdampak dengan risiko-risiko lingkungannya, itu tidak berlarut-larut,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Munandar mendesak dinas terkait untuk menuntaskan seluruh permasalahan yang ada. Bahkan, menurutnya, meskipun izin telah diterbitkan, jika pertambangan terbukti berdampak buruk dan berpotensi menimbulkan konflik sosial yang besar, maka perlu dipertimbangkan kembali. Ia mengingatkan bahwa tujuan utama pemerintah adalah mensejahterakan dan melindungi masyarakat.
“Selanjutnya juga dinas harus tuntaskan itu semua. Bahkan bagi saya, sekalipun izinnya sudah keluar, kalau memang itu berdampak dan punya risiko besar ke depannya, terutama konflik sosial, kenapa harus dipaksakan? Karena bagi saya, lahirnya pemerintah itu dua jiwa kalau bukan mensejahterakan, ya dia harus mengamankan, menjaga, melindungi, dan sebagainya. Itu saja tujuannya. Jadi bukan berarti kita menolak tambang, tetapi dampak lingkungan dan konflik sosial harus jadi bahan pertimbangan, mengambil contoh dengan daerah-daerah lain,” tegasnya.
Menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi masyarakat Kalukku, Beru-Beru, Kalukku Barat, dan Karossa, Munandar Wijaya menyatakan bahwa pemerintah harus terlibat aktif mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik dan mengikuti regulasi yang ada. Ia menekankan pentingnya keadilan dan menghindari keberpihakan kepada salah satu pihak.
“Terkait dengan demo kemarin yang diganjarkan oleh aliansi masyarakat yang ada di Kalukku, Beru-Beru, dan juga di Kalukku Barat, kemudian di Karossa, dan memang pemerintah harus terlibat mendengarkan dengan baik, mengikuti regulasi yang ada, jangan memaksakan sepihak, jangan menguntungkan satu pihak, semua harus dilihat, masyarakat jangan dirugikan, pihak perusahaan juga jangan dirugikan, jangan ada keberpihakanlah kalau saya,” ujarnya.
Munandar Wijaya menegaskan bahwa DPRD selalu bersama masyarakat dan solusi terbaik terletak pada evaluasi menyeluruh oleh dinas terkait. Evaluasi ini harus menjawab alasan penolakan masyarakat, meninjau proses perizinan dari awal hingga akhir, mempertimbangkan kondisi sosial, dampak lingkungan, dan melibatkan seluruh pihak terkait. Ia juga mengingatkan agar tidak terjadi bentrokan antar masyarakat, antara masyarakat dan perusahaan, maupun antara masyarakat dan kepolisian.
“Posisi kami di DPRD tentu kami selalu bersama masyarakat. Solusi yang tepat itu ada di dinas, dia harus evaluasi. Intinya adalah evaluasi, kenapa masyarakat menolak, harus turun.
Kenapa kemudian selama ini berlarut-larut seperti itu? Karena tidak ada yang turun meninjau, tidak ada yang mendengarkan dengan baik, tidak ada yang mau menyelesaikan masalah secara serius. Dinas lah yang harus turun, yang menerbitkan izin itu dia harus turun menjelaskan dan melihat masalah-masalah di lapangan, melibatkan segala pihak.
“Jangan masyarakat dan masyarakat yang dibentrokkan, jangan masyarakat dan perusahaan dibentrokkan, terutama jangan masyarakat dan kepolisian dibentrokkan,” pungkasnya.
pewarta:irham,editor :asdar