Jejak Afdeling Mandar dalam Bingkai Festival Majene Kota Tua Oleh: Samad Almandary
Banniq.Id.Esay. Afdeling Mandar adalah kebijakan yang didesain oleh Pemerintah Hindia Belanda berupa pengaturan administrasi daerah -daerah di wilayah mandar yang berdampak terhadap hilangnya otoritas kerajaan yang kala itu telah terbentuk konfederasi Kerajaan di Wilayah Mandar yang dikenal dengan Pitu Ulunna Salu ( 7 kerajaan di Wilayah Pegunungan) dan Pitu Ba’bana Binanga( 7 Kerajaan di Wilayah muara/pantai).
Pembentukan Afdeling Mandar Bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk lebih memudahkan penarikan pajak yang berlebih(tinggi) dari rakyat. Selain itu Munculnya Kebijakan Afdeling Mandar juga dilatari oleh konflik dan kontestasi antara Pemerintah Hindia Belanda dengan tokoh lokal maupun antara tokoh lokal itu sendiri.(Abd.Karim,2020:2)
Sebelum tercetusnya kebijakan Penataan Administrasi daerah-daerah di Wilayah Mandar dalam bingkai Afdeling Mandar, Belanda telah menjalankan Politik ekonomi yang menginginkan semua potensi hasil bumi dan industri kerajinan di Mandar seperti Kopra, Sarung Sutera serta Kopi yang dihasilkan di Wilayah Pitu Ulunna Salu di jual kepada Pemerintah Belanda, ditentang oleh tokoh lokal mandar seperti Mara’dia Tokape yang menjadi Raja Balanipa ke 46 dan juga Mara’dia Malolo Balanipa I Calo Ammana I Wewang yang berlangsung dari tahun 1800san hingga tahun 1906. Mara’dia Tokape malah menganjurkan kepada rakyat Balanipa untuk Menjualnya ke pedagang-pedagang dari Bugis dan Makassar. Atas propagandanya tersebut, Belanda menganggap sebagai ancaman yang serius, hal tersebut menjadi dasar Bagi Belanda untuk terus memerangi dan mematahkan perlawanan Maraqdia Tokape.
Perlawanan kedua pejuang tanah Mandar ini untuk melawan Belanda dilakukan dengan gigih meskipun pada akhirnya Mara’dia Tokape mengakhiri perjuangannya karena tertangkap oleh Belanda pada tahun 1893 dan diasingkan ke Pacitan hingga akhir hayatnya.
Usai Tokape ditangkap oleh Belanda, Perjuangan yang gigih juga dilakukan oleh Panglima Perang Kerajaan Balanipa, I Calo Amma’na I Wewang. Disebutkan, Serangan Ammana I Wewang bersama pasukannya pada tanggal 6 Januari 1906 ke Tangsi militer (Boyang Soba) di Majene merupakan pertempuran yang cukup merepotkan Belanda, bahkan sempat mendatangkan bala bantuan dari Makassar, pertempuran antara Pasukan Belanda dengan Ammana I Wewang dan Pasukannya merupakan perlawanan terbesar orang mandar untuk mengusir penjajah(Abd.Karim,5:2020).
Upaya keras Belanda untuk mematahkan perlawanan Ammana I Wewang berhasil dilakukan dengan tertangkapnya pejuang yang dikenal gagah berani ini Pada akhir tahun 1907 dan diasingkan ke Pulau Belitung Sumatera Selatan,(Sekarang Provinsi Bangka Belitung) bersama 9 pengikutnya dan hampir 40 tahun Ammana I Wewang hidup di daerah Pengasingan.
Lumpuhnya perlawanan yang dilakukan oleh Pejuang setelah tertangkapnya dua pejuang tersebut, dan semangat heroisme Raja setelah Mara’dia tokape ditangkap tak ada lagi di Kerajaan Balanipa selaku Bapak dari Persekutuan kerajaan PBB,sehingga lebih memudahkan Belanda untuk melakukan penataan administrasi Wilayah di Mandar yang kemudian disebut dengan Afdeling Mandar.
Terbentuknya Afdeling Mandar pertama kali pada tahun 1909 berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 17 Tahun 1909, dan secara resmi terlepas dari Afdeling Pare-Pare, diperintah oleh seorang controuler L.J.J Carou dan Majene sebagai Ibukota(Arsip Nasional,Regeerings Almanak Voor Nederlansch Indie 1910:265 dalam Abd.Karim; 7:2020)
Pada periode 1909-1912 pemerintahan afdeling mandar belum maksimal karena belum diperintah oleh Residen tetapi Controuler, hal ini disebabkan Karena Pemerintah Hindia Belanda masih mempertimbangkan peran dari beberapa kepala wilayah di mandar(Mara’dia) yang diangkat oleh Belanda. Hal ini didasari pertimbangan agar Belanda tidak terburu-buru melakukan perombakan, karena akan menimbulkan protes dari elit itu sendiri.
Strategi Belanda dalam merebut pemerintahan di Mandar terlihat lebih sabar dibanding ketika terjadi perlawanan di jalur konfrontasi.Pemerintah kolonial belanda ingin memstikan bahwa orang-orang yang mereka angkat sebagai kepala pemerintahan daerah setelah mandar jatuh adalah orang-orang yang bisa mereka kontrol.
Kemudian pada tanggal 15 Januari 1913 diangkat asisten residen pertama di Mandar,membawahi onder Afdeling Majene, yang dikepalai P.K.W Lakeman,Onder Afdeling Balanipa dengan kepala Pemerintahan J.C Van Dar Wart Van Gulik Onder Afdeling Binoewang dengan kepala pemerintahan,J.W.L Scherep dan Onder Afdeling Madmoedjoe dengan Kepala Pemerintahan M.Adriani.(Arsip Nasional Regeerings Almanak 1913:244,dalam Abd.Karim;7:2020).
Untuk penguatan wilayah -wilayah di Celebes yang telah diatur oleh Belanda, pada tahun 1915 pemerintah Hindia Belanda kembali mengeluarkan keputusan nomor 28 pada bulan Desember 1915, tentang pengaturan wilayah-wilayah di Celebes,termasuk mandar dalam bentuk Afdeling yang terbagi empat Onder Afdeling,yakni; Onder Afdeling Majene, membawahi wilayah Majene,Pamboang dan Sendana (cendrana), kepala pemerintahannya W.F.K Verhoef.
Onder Afdeling Balanipaschhe dan Binoengsche benedenlanden( Balanipa dan Binuang Bawah), membawahi Seluruh wilayah Balanipa dan Binuang bawah tidak termasuk Mamasa, dan Toraja, beribukota di Polewali dengan kepala pemerintahan W.Baljet. Onderafdeling Mamuju, membawahi Tappalang dengan kepala J.C Van Hengel dan keempat Onder Afdeling Pitoe Ulunna salu En Boven Binuang, membawahi wilayah Mamasa, dan binunag atas (Boven Binuang) dan mala’bo sebagai Ibukota,J.H.W Van Dar Missen sebagai Kepala Pemerintahannya, Dan Afdeling Mandar sendiri dikepalai J.M Masseat sebagai asisten residen yang diangkat pada tanggal 29 Agustus 1912.(Abd.Karim,8:2020).
Jejak Afdeling Mandar yang masih bisa didapati di bekas Ibukota Afdeling Mandar di Kota Majene sampai saat ini, salah satunya gedung Kantor Pemerintahan Hindia Belanda yang juga difungsikan sebagai Rumah Sakit pertama di Wilayah Mandar, yang kini berfungsi sebagai Museum yang menyimpan berbagai koleksi benda bersejarah peninggalan masa lalu.
Pengetahuan secara mendalam terkait jejak historis Pemerintahan Hindia Belanda di Majene terutama kepada para generasi muda dapat merefleksikan dan merekonstruksinya melalui pengetahuan dan informasi sebagai penguat histori Majene sebagai Kota dengan cirikhas penataan kota bernuansa Nederland yang pernah menjadi pusat aktivitas dan pemerintahan Hindia Belanda, generasi muda Sulbar dapat meneropongnya melalui Festival Majene Kota Tua yang digelar Dispar Sulbar yang akan berlangsung dari tanggal 6 hingga 8 Agustus 2021.
Bukan hanya pengetahuan yang bisa diserap dari Festival Majene Kota Tua, tapi masyarakat umum ataupun generasi muda ataupun pelajar dan mahasiswa dapat menapak tilasi jejak-jejak tersebut melalui produksi material Culture karya masa lalu, seperti photo- photo ataupun benda lainnya yang menjadi bagian dari material sejarah dan budaya, legacy dari Afdeling mandar.
( Mamuju, 29 Juli 2021)