
BANNIQ.Id.Sulbar. Meskipun Kasus alih fungsi hutan lindung di Desa Tadui yang terus berproses di Kejati Sulbar pasca Penetapan Tiga Tersangka, namun protes atas penetapan tersangka ini juga terus berlanjut dari Aliansi Masyarakat Adat Mamuju(AMAM).
Setelah berdemonstrasi di Kejati Sulbar pekan lalu, hari ini Jumat,29 Juli 2022 mereka kembali melakukan aksi di BPKP Mamuju, mereka meminta penjelasan dari BPKP terkait kajian dan perhitungan yang dilakukan sehingga memunculkan nilai Kerugian Negara sebesar Rp.2.8 M.
Usai melakukan aksi di BPKP, massa AMAM yang dikawal oleh Petugas Keamanan, melaksanakan Konfrensi Pers di salah satu Warkop di Mamuju.
Juru bicara AMAM Sofliadi, menilai apa yang telah dilakukan Kejati Sulbar terhadap Keluarga mereka Andi Dodi Hermawan(ADH) sebagai tindakan kriminalisasi.
” Kami menganggap dengan tersangkanya keluarga Kami H.Andi Dodi Hermawan sebagai kekeliruan dari dua lembaga negara yakni Pertanahan yang memberikan Legal kepada H.ADH dan Kehutanan menggugat, ini kami anggap sebagai kriminalisasi terhadap kluarga kami” tandas Sopliadi, di hadapan puluhan wartawan.
Selain menyebut sebagai tindakan kriminalisasi, sofli juga menilai perhitungan kerugian negara oleh BPKP, senilai Rp.2.8 Miliar tidak berdasar dan tidak terbukti karena tidak ada penjelasan yang diberikan oleh Pihak BPKP terkait hal tersebut.
” Kami juga menilai penetapan kerugian Negara sebesar Rp.2.8 M tidak berdasar dak tidak terbukti, kami tidak bermaksud melakukan intervensi terhadap teman-teman BPKP, tetapi setelah minta penjelasan dari BPKP terkait dasar penetapan Rp 2.8 M namun mereka tidak bisa memberi penjelasan,”tegas sopliadi.
Ia menduga dasar perhitungan tersebut karena pembangunan yang dilakukan oleh H.ADH. Namun sopli menegaskan bahwa uang yang digunakan oleh H.ADH membangun SPBU di atas tanah tersebut bukanlah uang negara melainkan uang pribadi.
” Kami menduga dasar perhitungan kerugian negara tersebut bukan hanya mangrove tetapi juga proses pembangunan SPBU di atas tanah tersebut, ingat bapak H.ADH membangun bukan dari bukan hanya uang negara tetapi uang pribadi, dan pohon Mangrove yang ada diatas tanah tersebut hanya 4 pohon,” lugasnya
Lebih jauh sopliadi menjelaskan, jika memang Kejati ingin menegakkan hukum khususnya terkait kasus alih fungsi hutan, harus diperiksa semua kawasan yang kini menjadi Pemukiman namun masih berstatus kawasan hutan lindung.
” Kami menghimbau Kejati Sulbar untuk melakukan hal yang sama terhadap kawasan hutan lindung yang saat ini sudah berfungsi sebagai pemukiman seperti di Kabuloang, Perumahan Korongana dan arteri itu semua kawasan, jangan hanya di Tadui,” imbuhnya.
Selain itu ia juga meminta Kejati agar selain Pertanahan Kehutanan juga yang melakukan penetapan tata batas mesti dijadikan tersangka.
” Kami meminta juga Kehutanan diperiksa karena telah memberikan izin tata batas, sudah ada surat keluar untuk dibebaskan, jangan hanya pertanahan, karena kami menganggap pertanahan juga punya dasar,” pungkasnya.|mad