Menanti Penjabat Gubernur Sulbar
Sebuah catatan lepas
Oleh: Rahmat Hasanuddin,Eksponen Pejuang, Ketua Komite Aksi Perjuangan Pembentukan (KAPP) Sulbar
Beberapa hari ke depan provinsi Sulawesi Barat akan dipimpin oleh seorang Gubernur yang akan memimpin provinsi ke 33 ini. Gubernur itu bukan hasil pemlihan kepala daerah yang dipilih oleh rakyat, tetapi hasil penunjukan oleh Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
Siapapun orangnya, tetapi penetapan Penjabat Gubernur itu akan membawa implikasi yang luas terhadap proses dan dinamika pemerintahan Sulawesi Barat karena beberapa kenyataan.
Pertama, karena penjabat Gubernur itu akan menjadi semacam Gubernur definitif karena memiliki wewenang yang sama dengan Gubernur definitif dan periode kepemimpinannya yang cukup lama, hampir setengah periode. Oleh karena itu patut dicatat bahwa ia adalah Gubernur legal tetapi tanpa legitimasi dari rakyat pemilih. Pasti akan ada pesan dan arahan dari Presiden untuk apa dia ditunjuk menjadi penjabat Gubernur.
Sepintas terkesan bahwa tidak ada masalah dengan “penjabat Gubernur” ini. Bukankah Sulawesi Barat pada waktu terbentuk menjadi provinsi juga pernah dipimpin oleh dua pejabat sementara yakni Oentarto Sindung Mawardi dan Syamsul Arief Rivai ? Tentu saja kita tidak bisa membandingkan antara pejabat Gubernur pada saat Sulawesi Barat baru mekar dari Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Barat sekarang ini.
Sulawesi Barat pada waktu itu adalah provinsi yang baru berada di titik nol untuk memulai perjalananya. Itulah sebabnya saya sebagai Ketua Komite Aksi Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat, tidak memberi reaksi sedikitpun ketika Presiden menyodorkan nama Orentarto Sindung Mawardi menjadi pejabat Gubernur.
Demikian pula waktu diadakan penggantian satu tahun kemudian, Syamsul Arif Rivai melenggang dengan bebas menjadi pejabat Gubernur dari tahun 2005-2006. Bagi yang terlibat dalam proses pembentukan provinsi Sulawesi Barat pasti tahu bahwa Oentarto Sindung Mawardi adalah seorang Direktur Jenderal Otonomi Daerah di Departemen Dalam Negeri yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri atas restu Presiden Megawati sebagai penjabat dengan tugas sangat khusus.
Penunjukannya dianggap relevan karena ia akan membentuk dan memulai suatu pemerintahan sesuai dengan Undang-undang No. 26/2004 yang berbasis otonomi daerah. Dia juga akan merekrut Sumber Daya Manusia yang akan mengisi struktur organisasi pemerintahan. Selanjutnya dia juga akan membentuk lembaga-lembaga, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan pemilihan umum pada April 2006. Presiden Megawati sangat tepat menunjuk Oentarto Sindung Mawardi sebagai pejabat Gubernur karena dalam tempo satu tahun pemerintahan sudah bergerak dan pemilihan umum sudah bisa dilaksanakan.
Selain itu Gubernur Oentarto Sindung Mawardi juga harus melayani gugatan propinsi induk yang keberatan dengan penyediaan dana awal sepuluh milyar rupiah untuk modal awal pemerintahan Sulawesi Barat. Saya bersama Pak Oentarto sibuk melayani gugatan itu di pengadilan tata usaha negara dan alhamdulillah di menangkan oleh Prrovinsi Sulawesi Barat. Setahun kemudian Oentarto Sindung Mawardi diganti dan Syamsul Arif Rivai yang juga salah seorang Dirjen di Departemen Dalam Negeri menggantikannya dan meneruskan tugas-tugas khusus Gubernur sebelumnya.
Tugas khusus penjabat yang kedua ini ialah melanjutkan gerak pemerintahan seraya melengkapi sumber daya manusia serta ikut mensukseskan pemilihan secara langsung Gubernur/Wakil Gubernur. Banyak yang bisa dikomentari dari dua pejabat sementara itu tetapi tidak akan diungkapkan pada kesempatan ini.
Pada pemilihan Gubernur pertama, Anwar Adnan Saleh yang berpasangan dengan Amri Sanusi terpilih dan dilantik sebagai Gubernur/Wakil Gubernur definitif pada tanggal 14 Desember 2006. Lima tahun kemudian dengan berpasangan Aladin S. Mengga, Anwar Adnan Saleh melanjutkan kepemimpinannya dan dilantik pada tanggal 14 Desember 2011 untuk periode tahun 2011-2016.
Disela-sela penggantian itu pemerintah pusat masih berkesempatan menempatkan seorang penjabat Gubernur, seorang perwira tinggi polisi, Irjenpol Carlo Brix Tewu. Ia menunaikan tugasnya dari tanggal 30 Desember 2016 sampai dengan 12 Mei 2017. Meski menjabat hanya empat bulan dua minggu tetapi Carlos Brix Tewu juga telah berhasil melaksanakan agenda pemerintahan dan agenda politik yang menjadi tugas khususnya yakni pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur kepala daerah pada tanggal 15 Februari 2017.
Dari pemilihan itu, Ali Baal Masdar yang berpasangan dengan Eny Anggraeny sebagai wakil Gubernur memenangkan pemilihan Gubernur untuk periode tahun 2017-2022. Karena kalah tipis, pasangan Suhardi Duka/Kalma Katta, salah satu kompetitor, menggugat ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Setelah melalui persidangan yang ketat, Mahkamah Konstitusi memutuskan pasangan Ali Baal Masdar/Eny Anggraeni dinyatakan menang dan kemudian dilantik pada tanggal 13 Mei 2017. Kini periode itu segera akan berakhir dan akan hadir seorang penjabat Gubernur yang akan bertugas selama dua tahun tiga bulan.
Tentu ada berbagai spekulasi tentang penggantian ini dan spekulasi itu tak terhindarkan akan selalu dilihat dari perspektif politik. Ini adalah wajar mengingat bahwa pemilihan umum, pilkada dan pemilihan Presiden akadilaksanakan pada tahun 2024. Mau tidak mau, tahun 2023 akan menjadi tahun politik.
Pengalaman tiga penjabat Gubernur tentu tidak bebas dari catatan. Saya yang tak pernah berhenti mengamati propinsi yang kami perjuangkan ini memiliki sejumlah catatan tentang tiga penjabat Gubernur sebelumnya. Namun catatan itu biarlah menjadi penghias buku sejarah saja.
Pertanyaan yang akan paling menyita pikiran masyarakat Sulawesi Barat ialah siapa yang akan menjabat, dari instansi mana, polisi atau sipil non polisi, apa latar belakang pengalamannya, dan segala macam pertanyaan imaginatif untuk mengetahui bagaimana kapasitas dan kualitasnya, dan mungkin akan sampai pada pertanyaan tendensius apa orientasi politiknya.
Semua, pertanyaan imaginer itu sebenarnya sangat niscaya karena masyarakat sudah sangat terbiasa terlibat dan mengalami berbagai peristiwa politik yang penuh sikap kecurigaan. Apalagi pengalaman curiga itu akhirnya terwujud menjadi kenyataan.
Sebentar lagi, Gubernur defintif Ali Baal Masdar dan wakilnya Eny Anggraeni Anwar akan segera berakhir masa jabatannya. Penjabat Gubernur akan hadir lagi di Sulawesi Barat dan akan melanjutkan tugas-tugas Gubernur untuk mencapai visi dan misi yang sudah ada.
Anwar Adnan Saleh sudah menunjukkan kinerja dan performa dalam waktu yang cukup lama, dua periode dari tahun 2006-20016. Kurang layak untuk membandingkan kinerja dan performa Anwar Adnan Saleh yang dua periode dengan Ali Baal Masdar/Eny Anggraeny yang hanya satu periode. Apalagi separuh dari periode itu focus mengatasi dua bencana : pandemi covid 19 dan gempa dahsyat pada bulan Januari 2001. Tentu ada plus minus dalam seluruh proses dua kepemimpinan itu. Bagaimana perubahan terjadi dan proses tranformasi di Sulawesi Barat kita semua sudah tahu, tinggal melihat angka-angka dan indikator-indikatornya.
Bagaimana dengan penjabat Gubernur pada 12 Mei 2022 nanti ? Sebagai salah satu elemen perjuangan pembentukan propinsi Sulawesi Barat, saya memilih sikap berprasangka baik terhadap pilihan yang akan ditunjuk oleh pemerintah pusat. Tentu saja prasangka baik itu bertitik tolak dari assumsi bahwa pemerintah pusat akan memilih penjabat yang memenuhi syarat-syarat normatif.
Bahwa penjabat itu haruslah berintegritas, jujur, professional, berkarakter kepemimpinan demokratis dan merakyat, berorientasi pada public service dan focus untuk melanjutkan visi missi dan strategi pembangunan yang sudah ada di RPJP. Syarat yang tidak kurang pentingnya dan sangat diharapkan ialah agar pejabat Gubernur itu tidak dititipi missi politik khusus yang akan membebaninya sebagai Gubernur yang mestinya obyektif, profesional dan netral dari segi politik. Banyak tokoh di Jakarta yang bisa dinominasi.
Tetapi kalau mau tidak repot, Sekretaris Daerah Sulawesi Barat sekarang sudah sangat mengenal Sulawesi Barat, bahkan jauh sebelum Sulawesi Barat terbentuk. Dia memenuhi syarat normatif, ikut berjuang menjadikannya sebagai provinsi, telah terbukti menjadi benteng administrasi pemerintahan yang cakap dan tentu saja dedikasinya tidak perlu diragukan.
Tetapi dia belum tentu masuk nominasi untuk dipertimbangkan oleh Mendagri atau Presiden. Saya sangat paham bahwa yang berwenang di Jakarta pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus dari pada syarat-syarat dan alasan yang baru saya sebutkan. Secara obyektif saya atau kami dari elemen pejuang berharap bahwa siapapun yang akan ditunjuk oleh pemerintah pusat kita akan sambut dengan baik dan penuh penghormatan.
Tetapi sebagai pejuang dan pencinta provinsi ini, kami akan selalu memelototi dan mengevaluasi bagaimana provinsi kita ini bergerak dan maju ke depan mencapai visi sejatinya yakni menjadi provinsi yang malaqbiq. (*)