BANNIQ.Id.Sulbar. Belum lama sejak media sosial menyoroti proyek pengadaan perahu Sandeq sebesar 1.8 miliar yang dianggarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Barat, kembali proyek pengadaan Dinas ini menuai kritik warganet di laman facebook.
Proyek DKP Sulbar yang kembali mendapat sorotan adalah pos jaga atau rumah konservasi dan observasi bahari yang dianggarkan tahun 2018. Kritik terutama dialamatkan kepada pos jaga di tanjung desa Buku kecamatan Mapilli Polewali Mandar yang terlihat kondisinya sudah rusak dan terbengkalai.
Melalui Akun facebooknya, Maenunis Amin mengupload grid dua foto pos jaga atau rumah konservasi bahari yang menyoroti pos jaga Tanjung Buku yang kondisinya berbeda jauh dengan yang terdapat di Pantai Mampie.
“Kontras terlihat antara rumah konservasi (pos jaga) Pantai Mampie yang berdiri anggun merawat khazanah baharinya. Sedangkan yang di Tanjung Buku terlihat seperti rumah tua terbengkalai.
Berapakah anggaran per unit yang dikeluarkan oleh DKP Sulbar TA 2018 untuk pengadaan ini? Apa saja spesifikasi bangunannya?” Tanya Maenunis melalui Caption-nya.
Apload photo yang diunggah oleh Maenunis tersebut juga ditanggapi Warganet lain melalui Caption-nya.
“Soal anggaran, kalau tidak salah 190 juta per unit.. Yang jelas lebih 100.” lanjutnya berkomentar, “Kualitas bangunanya memang jauh beda.. Yang di Mampie itu semuanya kayu kelas satu. Termasuk dindingnya pakai sirap kayu sappu.” Ciutan Pemilik Akun Yusri Mampie.
Akun lainnya, Tanjong Penyu juga memberi respon serupa terkait rumah konservasi itu.
“Yang tahu ini proyek pembangunan pos di buku adalah Mantan desa Buku. Yang perlu diklarifikasi terutama adalah atas nama kelompok apa pengajuan penerimaan bantuan pos ini. Terima kasih”. Di kolam sulanjutnya ia berkomentar, “Dan juga Kelompok Sadar Wisata Pantai Tanjung Buku dan Tanjong Penyu tidak tahu menahu dengan pos pengawasan di tanjung buku.” Tulisnya.
Dihubungi terpisah melalui Waatshaap, Kadis Kelautan dan Perikanan Sulbar, Ir.H.Parman Parakkasi berdalih bahwa persoalan pengelolaan rumah konservasi menjadi tanggung jawab pengelola.
“Kalau persoalan ini, lebih banyak ke persoalan tanggung jawab pengelola yakni kelompok pengawas Sumberdaya kelautan dan perikanan.,” Kilah Parman.
Dia menambahkan, Pemerintah sudah memfasilitasi mereka berdasarkan usulan kelompok yang syaratnya mereka harus menghibahkan tanahnya baru Bisa dibangunkan namun ada mungkin perbedaan perhatian dan kepedulian pengelolaannya karena bangunan awalnya sama tidak ada perbedaan.
” Pokmaswas yang di Mampie merupakan kelompok yang benar-benar yang memiliki komitmen tinggi memberdayakan sarana tersebut dan sangat kelihatan mereka lebih kreatif dan inovatif. Sedangkan kelompok yang satu masih butuh upgrade kepedulian dan komitmennya untuk mengoptimalkan sarpras tersebut.,” Sambungnya.
Jadi dengan tanggung jawab yang diberikan kepada pengelola, Bukan karena persoalan DKP lagi yang disalahkan apalagi jika dikaitkan dengan kualitas pekerjaan fisiknya. Terbukti Mampie berdiri kokoh dan menjadi kebanggaan dan contoh pokmaswas yang sangat concern dalam tugasnya.
” Lebih baik kita banyak mendiskusikan hal-hal yang produktif lah biar Sulbar benar-benar bisa maju malabiq, Catatan saya terkait hal itu, saya sudah perintahkan kabid pengawasan untuk segera turun mengevaluasi,” Tutup Alumni Magister Perikanan di Salah satu Perguruan Tinggi di Australia ini.|Nn.smd