BANNIQ .Id MAJENE, — DPRD Majene dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene sepakat untuk tetap mengakomodir pasien yang gawat darurat walau tanpa Sistem rujukan terintegrasi (SISRUTE). Kesepakatan ini diambil setelah Komisi III DPRD Majene dan pihak RSUD Majene menggelar rapat dengar pendapat bersama di ruang Paripurna DPRD Majene pada Selasa, 28 Januari 2020.
Wakil Ketua DPRD Majene Adi Ahsan mengatakan rujukan online tetap akan diberlakukan, namun pada kondisi emergensi pihak Rumah Sakit tidak boleh lagi beralasan untuk menunda kedatangan pasien rujukan ke Rumah Sakit, sekalipun kamar perawatan sedang full.” Kalau ada Pasien yang gawat darurat, sisrute boleh tidak diberlakukan, tidak harus ada aturan yang diberlakukan karena pasien harus segera ditangani,” kata Adi Ahsan usai rapat.
Accang sapaan karib Adi Ahsan, menyebut pihaknya hanya sebatas memfasilitasi dan memberikan rekomendasi. Andai rekomendasi itu tidak dilaksanakan maka masyarakat sendiri yang akan menilai,” yang jelas kami sebagai DPRD hanya sebatas melakukan tugas dan kewajiban kami untuk melakukan pangawasan dan melakukan kontrol kebijakan supaya ini tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Dia berharap kebijakan itu didukung oleh Bupati Majene, sebab masalah ini sudah sudah menyangkut nyawa dan kesehatan masyarakatnya. Dia mengatakan, kebijakan sisrute tetap akan jadi pendoman karena itu sudah menjadi ketetapan pemerintah pusat.
Adi menjelaskan, pihaknya akan memberikan rekomendasi khusus bagi setiap pasien yang gawat darurat. Pihak rumah sakit Majene yang akan menindaklanjuti. Misalnya itu tidak terlaksana maka Bupati harus segera mengevaluasi,” Bupati tidak boleh membiarkan ini, kalau seperti itu artinya Bupati sudah melakukan pembiaran atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya,” kata Adi menegaskan.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Majene dr Yupie Handayani mengatakan, Sistem sisrute tetap diterapkan dengan mekanisme bahwa pasien yang emergensi bisa tidak melalui sisrute.” Kami terima usulan DPRD, tapi kondisi emergensi itu harus berdasarkan Puskesmas setempat,” kata dr Yupie.
Dia memastikan pihaknya akan tetap menerima rujukan pasien emergensi walaupun kondisi rumah sakit sedang dalam keadaan full. Namun begitu pelayanan akan tetap akan disesuaikan pada kondisi rumah sakit saat itu,” Sejak kemarin juga kami tidak pernah melakukan penolakan terhadap pasien manapun. Baik itu rujukan sisrute ataupun tidak,” kata dr Yupie menambahkan.
Rapat pembahasan pasien meninggal karena diduga terlambat ditangani di Dewan Perwakilan Rayat Daerah (DPRD) Majene ini sempat ricuh. Pemicunya adalah Ketua DPRD Majene Salmawati menolak agar pertemuan tersebut diliput oleh media massa yang kemudian diinterupsi oleh anggota dewan lainnya.
Kericuhan itu terjadi saat Wakil Ketua DPRD Majene, Adi Ahsan memberi sambutan dalam rapat yang membahas meninggalnya Almaidah, 15 tahun, warga Somba Utara, Kecamatan Sendana, Majene setelah dirujuk ke RSUD Majene pada Jumat, 24 Januari 2020.
Direktur RSUD Majene dr Yupi Handayani, Kepala Layanan BPJS Majene Kartini Malik, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Majene dr Rahmat Malik, serta jajaran pimpinan Puskesmas di Majene hadir dalam rapat.
Ketua DPRD Majene Salmawati sampaikan Permohonan Maaf
Ketua DPRD Majene Salmawati Djamado meminta maaf atas insiden yang terjadi saat rapat dengar pendapat pasien tewas di Ruang Paripurna bersama pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene, Dinas Kesehatan, BPJS dan para Kepala Puskesmas di Majene, Selasa 28 Januari 2020.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta maaf kepada seluruh hadirin yang hadir, rekan kerjanya di DPRD Majene Adi Ahsan serta kepada para awak media yang sedang bertugas saat itu,” kami juga ini manusia biasa, bisa lepas kontrol, jadi saya sampaikan secara pribadi, sebagai pimpinan dan kelembagaan memohon maaf atas kejadian itu, saya sungguh tidak ada niatan memperlihatkan bahwa antara saya dan wakil ada sekat,” kata Salmawati saat ditemui di kediamannya, jalan Moh. H Mustafa, Lingkungan Battayang, Kelurahan Banggae, Kecamatan Banggae. Selasa siang 28 Januari 2020.
Menurutnya Adi Ahsan adalah orang yang sering bersentuhan langsung dengan masyarakat, atas dasar itulah dia meyakini kalau rekan kerjanya di Legislatif Majene itu begitu semangat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Saya sendiri banyak belajar dengan beliau karena tidak bisa dipungkiri beliau ini punya banyak pengalaman di DPRD, Saya berharap setelah kejadian ini ada hikmah yang bisa kita petik, yang dulunya saya masih minim pengatahuan harus banyak belajar setelah ini,” kata dia dengan nada sayu.
Di tempat yang sama Ketua Komisi III DPRD Majene Muhammad Safaat mengapresi langkah wakil ketua dalam memfasilitasi persoalan pasien meninggal tersebut,” Saya kira tadi itu hanya Miss komunikasi dan pimpinan DPRD tadi di akhir rapat juga sudah memberikan permohonan maaf, kepada suluruh hadirin, masyarakat dan terutama media yang hadir,” ujar Politisi muda ini di samping Salmawati.
Dia memastikan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan rapat untuk meluruskan masalah keos tersebut. Dia juga mengatakan bahwa akan menggelar rapat lanjutan untuk menindak lanjuti masalah pasien Almaidah. Itu untuk memutuskan apakah akan mengambil keterangan pihak terkait untuk selanjutnya diinformasikan ke media.
Rapat pembahasan pasien meninggal karena diduga terlambat ditangani di Dewan Perwakilan Rayat Daerah (DPRD) Majene ini sempat ricuh. Pemicunya adalah Ketua DPRD Majene Salmawati menolak agar pertemuan tersebut diliput oleh media massa yang kemudian diinterupsi oleh anggota dewan lainnya.
Kericuhan itu terjadi saat Wakil Ketua DPRD Majene, Adi Ahsan memberi sambutan dalam rapat yang membahas meninggalnya Almaidah, 15 tahun, warga Somba Utara, Kecamatan Sendana, Majene setelah dirujuk ke RSUD Majene pada Jumat, 24 Januari 2020.
Rapat yang mulai sekitar pukul 10.50 WITA itu mulai panas. Ahsan tidak terima dengan alasan Salmawati. Baginya, kasus meninggalnya pasien di RSUD Majene bukan semata soal penyakit, tapi menyangkut pelayanan rumah sakit. “Ini bukan soal penyakit tapi ini layanan,” kata Ahsan membalas dengan nada tinggi sembari memukul meja.
Namun Salmawati ngotot menggelar pertemuan tertutup. Ia juga mendapat dukungan dari Muhammad Safaat, koleganya di PPP yang juga ketua komisi III. “Hasilnya akan disampaikan pada jumpa pers.”
Sekitar pukul 11.00 WITA, Kondisi pun tak terkendali lantaran kedua belah kubu saling beradu argumentasi sambil menunjuk ke arah lawan bicaranya. Tak sampai beberapa menit, tedengar suara “ Brakkk..” di tengah kegaduhan. Terlihat Adi Ahsan membanting meja.
Kondisi itu membuat aparat keamanan masuk ke ruangan untuk mengendalikan situasi. Adapun Salmawati langsung walk out lantaran tak bisa lagi mengendalikan rapat. Keinginannya untuk menskors pertemuan juga tidak lagi dipedulikan oleh para anggota DPRD Majene.|Chali–smd