BANNIQ.Id.Banjarbaru. Angka pernikahan anak yang cukup tinggi di Sulbar bahkan menjadi salah satu Provinsi yang tertinggi pernikahan anak, menjadi perhatian semua pihak termasuk Kanwil Kemenag Sulbar.
Kakanwil Kemenag Sulbar, Dr.H.Syafruddin Baderung,M.Pd. kepada Banniq.Id di sela kunjungannya ke pemondokan kafilah Sulbar, di Hotel Rahayu Banjar Baru,Kamis malam,14 Oktober 2022,mengatakan, dengan perubahan standar umur pernikahan bagi anak perempuan, menjadi 19 tahun maka akan memicu tingginya pernikahan anak.
” Perubahan standar umur untuk pernikahan di Undang-undang Perkawinan menjadi 19 tahun, maka akan semakin tinggi pula angka pernikahan anak, apalagi dengan terjadinya peristiwa married by accident, menikah karena insiden ini banyak terjadi pada usia sekolah, nah umur 19 tahun itu umur tamat SMA,” jelas mantan Kakanwil Gorontalo ini.
Dijelaskan, pernikahan anak di desa dan di kota jumlahnya seimbang, namun penyebabnya berbeda, jika di kota dipicu oleh faktor kemiskinan, di kota banyak kantong-kantong kemiskinan, sedangkan di desa anak perempuan itu cepat dewasa karena membantu mengasuh adik-adiknya karena orang tua bekerja di kebun, selain itu di desa juga pemikiran orang tua masih menganggap anak perempuan sebagai aset,untuk membantu kehidupan keluarga.
Olehnya, solusi untuk mencegah atau menekan tingginya angka pernikahan anak sebut Syafruddin yang pertama harus ada pendekatan persuasif ke orang tua, bahwa semua stakeholder tidak ada slyang setuju pernikahan anak.
” Untuk menekan angka pernikahan anak tersebut, solusinya adalah kita harus melakukan pendekatan persuasif ke orang tua bahwa semua stakeholder itu tidak ada yang setuju pernikahan anak, baik itu Kemenag, Kemenkes, BKKBN maupun Pengadilan,” lugasnya.
Kemudian yang kedua sebut Syafruddin, Bidang Bimbingan masyarakat atau Bimas Keagamaan baik Islam, dan bimas agama lainnya harus lebih intens melakukan penyuluhan dan bimbingan perkawinan atau Bimwin.
” Solusi kedua Bimas Islam harus lebih intens melakukan Bimbingan perkawinan atau Bimwin, kalau dulu Goes to Campus sekarang harus Goes to School,” tegasnya.
Selanjutnya masih Syafruddin, Pemerintah daerah perlu mendesaian satu program agar para remaja tidak terbawa arus digitalisasi, boleh mengikuti arus digital tapi harus terkontrol mereka harus dicarikan kegiatan yang produktif.
” Yang terakhir Pemda perlu mendesain program agar para remaja melakukan kegiatan produktif, tidak apa kita kasi WiFi gratis tapi mereka harus terkontrol dan diimbangi kegiatan yang lebih produktif,” pungkasnya.
Dari pandangan medis, pernikahan anak ternyata rentan memicu terjadinya kanker serviks, hal tersebut disampaikan Ketua Darma Wanita Persatuan (DWP) Kanwil Kemenag Sulbar Drg. Hj. H. Armida Siregar,Sp.KGA.
” Pernikahan anak itu dapat memicu penyakit kanker serviks, karena pada saat pernikahan terjadi, alat reproduksi mereka belum berfungsi sempurna, ini yang mesti kita berikan pemahaman kepada orang tua,” jelasnya.|***