BANNIQ.Id. Mamuju. Provinsi Sulawesi Barat mencatat deflasi sebesar -0,18% (mtm) pada Agustus 2025, lebih rendah dari target indikatif dan di bawah inflasi nasional. Penurunan harga terutama dipicu oleh membaiknya pasokan komoditas pangan segar seperti tomat, cabai rawit, beras, ikan cakalang, dan ikan layang.
Data Bank Indonesia menunjukkan, normalisasi pasokan dari sentra produksi luar daerah, optimalisasi penyaluran beras SPHP, serta puncak musim panen ikan laut menjadi faktor utama meredam tekanan harga. Meski demikian, beberapa komoditas seperti ikan tuna, pisang, bawang merah, dan asam mengalami kenaikan harga akibat pasokan terbatas dan faktor cuaca.
Bank Indonesia merekomendasikan penguatan strategi 4K — Keterjangkauan harga, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif — melalui pasar murah, sidak pasar, percepatan penambahan pengecer SPHP, hingga gerakan tanam hortikultura.
Muhammad Nur Dadjwi menegaskan komitmen Bapperida Sulbar untuk bersinergi menjaga daya beli masyarakat.
“Pengendalian inflasi bukan sekadar menjaga angka, tetapi memastikan masyarakat Sulbar tetap bisa mengakses pangan dengan harga terjangkau. Ini sejalan dengan visi Gubernur Suhardi Duka untuk Sulawesi Barat yang maju dan sejahtera. Kami akan memperkuat koordinasi lintas sektor, dari hulu hingga hilir, agar stabilitas harga terjaga dan kesejahteraan petani serta nelayan meningkat,” ujarnya.
Prospek inflasi Sulbar hingga akhir 2025 diproyeksikan tetap terkendali di kisaran 2,62–3,62% (yoy), di bawah batas atas target indikatif 3,5%. Namun, BI mengingatkan adanya risiko kenaikan harga emas, rokok, dan pangan tertentu, serta potensi gangguan distribusi akibat bencana alam.
Kepala Bapperida Sulbar, Junda Maulana berharap dengan sinergi TPID, pemerintah daerah, dan dukungan masyarakat, diharapkan Sulbar mampu menjaga stabilitas harga sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif./***



