Jumat, Oktober 4, 2024

Elaborasi SE Gubernur Sulbar Tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak, Institut Kapal Perempuan dan YKPM Gelar Dialog Publik

- Advertisement -
peserta sosialisasi UU TPKS dan SE Gubernur Sulbar tentang pencegahan dan penanganan.Perkawinaj anak(photo:Ist)

BANNIQ.Id.Mamuju. Berbasis pada pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya Indeks gender SDGs guna mendukung implementasi Undang- undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), perlu secara kontinyu diedukasikan ke masyarakat melalui kegiatan sosialisasi, hal ini juga sebagai upaya elaborasi Surat Edaran (SE) Gubernur tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak.

Berpijak pada landasan tersebut, Institut Kapal Perempuan bekerjasama dengan Yayasan Kajian dan Pemberdayaan Masyarajat (YKPM) serta Kartini Manakarra menggelar kegiatan dilaog publik di Hotel Meganita, Selasa, 20 Desember 2022, dihadiri Direktur Kapal Perempuan,Misyiah,M.Si,Direktur YKPM dan Direktur Kartini Manakarra, Dian.,diikuti puluhan tokoh dan pejuang Gender Mamuju, sebagai peserta kegiatan ini.

Berkualitasnya kegiatan ini karena pemateri yang dihadirkan dalam kegiatan ini memiliki kompetensi dan kapabilitas pada bidang masing-masing,diantaranya,Dr.Abdul.Bahtiar selaku Kasi Teknologi,Informasi dan Produksi Kejati Sulbar, Makhmuddin Pattola selalu Kabid PHP PKA Provinsi Sulbar, Jaringan Pembela hak perempuan korban kekerasan Seksual ,Advokat Bantuan Hukum Sulsel , Lusia Palulungan,SH, Justin Anthoni mewakili kapal perempuan. Dialog inipun semakin interaktif karena didukung oleh penanggap dengan komitmen yang sama dalam penguatan dan perlindungan hak perempuan, yakni Kompol Asrina Basri,SE , MM selalku Kasubdit IV Reknata Dirkrimum Polda Sulbar, Akademisi Fakultas Hukum Unika,Dr.Sukmawati,MH, WR I Unimaju Mamuju, Dr.Furqon Mawardi, Kades Kalepu Info Upe, Ketua Gema Difabel Syarifuddin Syam, Riadi Syam, Jurnalis Media online dan Pengurus MUI Sulbar Hj.Halimah .

Sebagai bahan pengantar dialog publik ini, Direktur Kapal peremluan Misiyah menjelaskan, Indeks Gender SDGs tahun 2019 dan tahun 2022, yang dikembangkan oleh EM2030 sebuah kemitraan kita di jaringan global ini berpijak pada visi dunia untuk mencapai kesetaraan gender pada tahun 2030. SDGs Gender Indeks merupakan alat untuk mengukur kemajuan menuju kesetaraan gender yang selaras dengan SDGs. Indeks ini mencakup 14 tujuan dan 56 indikator di SDGs sehingga dapat memberikan gambaran besar dan komprehensif di menunjukkan perkembangan kesetaraan gender yang lambat dan terancam tidak dapat tercapai pada tahun 2030.

Baca Juga >>   ABM-Arwan Dinilai Sebagai Pasangan Ideal, Diyakini Bakal Menangi Pilgub Sulbar 2024

“Kapal Perempuan bersama Equal Measures 2030 (EM2030) bekerjasama dengan Kartini Manakarra dan YKPM melakukan advokasi berbasis data pencapaian SDGs tujuan 5 khususnya penghapusan perkawinan anak. Di Sulawesi Barat dimulai sejak tahun 2016 dan pada tahun 2019 berhasil mendorong terbitnya Surat Edaran Gubernur pada tahun 2019,” ungkap Misiyah.

Untuk itu lanjut Misiyah, saatnya saat ini mengawal implementasi Surat Edaran bersamaan juga dengan UU Perkawinan no.16 tahun serta UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Melalui Dialog Publik ini diharapkan Indeks Gender SDGs terutama hasil indeks Indonesia ini dimaksudkan sebagai peringatan keras dalam mewujudkan kesetaraan gender, melalui peningkatan Indeks Pembangunan Gender dan menurunkan kesenjangan gender,” imbuhnya.

Untuk itu ia juga berharap, pemerintah Daerah Sulawesi Barat dan aparat penegak hukum mesti bekerja lebih keras dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hukum perlindungan perempuan sebagai salah satu upaya mempercepat pencapaian target dan indikator Tujuan 5 SDGs.

” Masyarakat sipil, akademisi, jurnalis, kelompok keagamaan, organisasi kepemudaan adalah elemen yang dibutuhkan partisipasi aktif dalam memantau dan mewujudkannya.
Semua narasumber maupun penanggap berkomitmen dalam memaknai gender indeks SDGs ini sebagai peringatan untuk mendorong perwujudan masyarakat yang terbebas dari kekerasan seksual dan segala bentuk kekerasan lainnya,” bebernya.

Ditambahkan, Semua ini dilakukan dalam rangka menurunkan kasus perkawinan anak, Sulawesi Barat yang ada pada peringkat 3 dari 20 provinsi tertinggi untuk kasus perkawinan anak. Sementara Data Sistem Informasi On-Line Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPFONI PPPA), periode 1 Januari-19 Agustus 2021, telah terjadi 4.212 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dan 6.248 kasus kekerasan terhadap anak. Sekitar 74,24 persen dari data kekerasan terhadap perempuan tersebut adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sementara 58,4 persen dari kasus kekerasan anak adalah kasus kekerasan seksual. Sulawesi Barat diperparah dengan gempa dan COVID-19 yang berdampak pada perempuan dan anak.

Baca Juga >>   Sinkronisasi Data Peningkatan Jalan,Kementerian PUPR dan Dinas PUPR Se Sulbar Gelar Rakor

Hari ini lanjut Misiyah , pihaknya melanjutkan perjuangan perempuan pendahulu dengan membangun Dialog Publik Sosialisasi Indeks Gender SDGs untuk Mendukung Implementasi UU TPKS dan Surat Edaran Gubernur Sulawesi Barat tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak. Hari ini, tanggal 21 Desember adalah satu hari menjelang Kongres Perempuan pertama di Hindia Belanda (sebelum ada Indonesia) pada 22 Desember tahun 1928. Kongres perempuan pertama yang sudah berlangsung 94 tahun lalu. Pada saat itu sekitar 1.000 perempuan bermusyawarah dalam situasi penuh tekanan oleh penjajah. Para perempuan dalam kongres pertama ini, Moeqaromah dari Putri Indonesia sudah mendesakkan penghapusan perkawinan anak dan saat ini kita masih menghadapinya.
|**

BERITA TERKAIT

Berita Populer

Komentar Pembaca

error: