BANNIQ.Id. Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan judicial review (JR) alias uji materi sistem pemilu yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022.
Dengan demikian, Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka seperti Pemilu 2019 lalu.
“Mengadili, memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Menanggapi putusan MK ini, Ketua DPD PDIP Sulbar Agus Ambo Djiwa menyatakan bahwa pada dasarnya pihaknya sudah siap dengan apapun sistem pemilu yang diterapkan.
“Kami sudah siap dengan sistem pemilu apapun. Terbuka atau tertutup sama saja, kami sudah siap untuk menghadapi pemilu. Putusan MK ini harus kita hormati dan diapresiasi. Inilah yang harus diikuti oleh semua peserta pemilu. Kita harus coblos caleg seperti pemilu sebelumnya,” jelas Agus melalui sambungan telepon, Kamis (15/6/2023).
Ia menambahkan, meskipun sebelumnya PDIP merupakan partai yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup, namun dengan adanya putusan MK ini, maka harus dihormati dan dijalankan.
“Kita kan PDIP adalah pendukung sistem proporsional terbuka. Tapi putusan MK menyatakan tetap terbuka. Maka, harus kita hormati dan jalankan. Kita di daerah kita siap untuk jalankan ini. Caleg-caleg kami juga sudah dipersiapkan,” kata mantan Bupati Pasangkayu dua periode ini.
Agus yang saat ini tengah berada di Jakarta mengaku akan segera kembali ke Sulbar untuk membenahi infrastruktur PDIP di Sulbar agar segera bekerja dan bergerak menghadapi Pemilu 2024.
“Saya saat ini masih di Jakarta dan sudah ada instruksi partai untuk segera kembali ke daerah untuk bekerja. Infrastruktu partai kita siapkan, caleg-caleg juga kita siapkan. Intinya kita sudah siap berkompetisi untuk memenangkan Pemilu 2024 nanti,” jelasnya.
Putusan ini diambil oleh 9 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim konstitusi Arief Hidayat.
Sedangkan Sidang pleno pembacaan putusan MK pada Kamis siang tadi dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.
Perkara dengan nomor 114/PUU-XX/2022 tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diajukan oleh enam pemohon. Mereka adalah Demas Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Para pemohon meminta agar sistem Pemilu 2024 diubah dari sitem proporsional tertutup, menjadi proporsional terbuka.
Para Pemohon menguji Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu terkait ketentuan sistem proporsional terbuka pada pemilu.
Para Pemohon berpendapat UU Pemilu telah mengkerdilkan atau membonsai organisasi partai politik dan pengurus partai politik. Hal tersebut karena dalam penentuan caleg terpilih oleh KPU, tidak berdasarkan nomor urut sebagaimana daftar caleg yang dipersiapkan oleh partai politik, namun berdasarkan suara terbanyak secara perseorangan.
Model penentuan caleg terpilih berdasarkan pasal a quo menurut para pemohon telah nyata menyebabkan para caleg merasa Parpol hanya kendaraan dalam menjadi anggota parlemen, seolah-olah peserta pemilu adalah perseorangan bukan partai politik.|***