BANNIQ.Id. Polman– Lika -liku perjuangan Sang Kades Galung Lombok Baharuddin,S.Sos yang kerap disapa pak Bahar, kini pelan tapi pasti membuahkan hasil.
Mengenang perjuangan panjang dalam memperjuangkan perubahan status monumen panyapuan yang populer disebut korban 40 ribu jiwa nyaris terlupakan ditengah gemerlap pembangunan.
“Jauh sebelum saya maju sebagai calon kepala desa, sudah menjadi misi saya untuk memperhatikan status keberadaan Monumen Panyapuan Galung Lombok,” ujar Baharuddin, membuka ceritanya dengan nada penuh tekad.
Ketika, ia pertama kali dilantik menjadi Kepala Desa Galung Lombok, fokus utamanya langsung tertuju pada taman korban 40 ribu jiwa Galung Lombok, yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Taman Makam Pahlawan (TMP) Galung Lombok atau Panyapuan dalam bahasa Mandar.
Monumen Korban 40 Ribu Jiwa di galung Lombok(Foto;repro)
Menurut Baharuddin, sudah puluhan tahun, taman ini tidak mendapat perhatian serius, karena didera persoalan klaim kepemilikan lahan dan status yang tumpang tindih di antara Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Dinas Pariwisata.
Ia memulai melakukan mediasi dengan mempertemukan para ahli waris, pendekatan kekeluargaan atas klaim kepemilikan lahan di sekitar monumen.
Dengan sabar, sang Kades Galung Lombok ini menemui keluarga Suaib Kambo,Ba’du Sumang, Saidal, Syamsuddin, dan Saqlul Mas’ud Imam Limboro. Setelah dialog yang intens dan penuh kehangatan, dalam waktu dua bulan tujuh hari, semua ahli waris sepakat untuk menghibahkan tanah mereka demi pembangunan monumen.
“Alhamdulillah, ini adalah langkah besar. Semua ahli waris akhirnya menandatangani kesepakatan. Ini membuktikan bahwa semangat gotong royong dan cinta sejarah masih hidup di desa kita,” ujar Baharuddin dengan mata berbinar.
Rupanya masalah tersebut tak berhenti sampai disitu, Ia mencoba menembus birokrasi yang berliku, demi memperjelas status monumen tersebut.
Waktu sebelas tentu bukanlah waktu singkat, demi mendapatkan kejelasan dari berbagai instansi di Kabupaten Polewali Mandar. Mulai dari Badan Pertanahan Nasional ( BPN ),hingga bagian aset, kendati semua usahanya sempat menemui jalan buntu.
Namun semangatnya tidak pernah surut.
Di tengah perjuangan yang panjang itu, Ia mulai menemukan setitik harapan ketika mendapat respon dari Sekda Kabupaten Majene untuk membicarakan terkait status monument tersebut.
Bak gayung bersambut, Sekda Majene hanya berpesan, “Kalau Pemda Polman tidak menanggapi persoalan ini, nanti Pemda Majene yang akan menindaklanjuti.” Rupanya pesan ini menjadi pendorong semangat bagi Baharuddin untuk terus melangkah.
Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan, akhirnya pertemuan pun digelar dan dipimpin oleh Agusnia Hasan Sulur bagian aset Pemkab Polman.Dalam pertemuan tersebut, tercapai sebuah kesepakatan penting. Pemerintah Desa Galung Lombok menyerahkan status monumen kepada Pemerintah Kabupaten Polman. Penyerahan ini ditandatangani oleh Bupati Polewali Mandar, Andi Ibrahim Masdar (waktu itu), dan Baharuddin sebagai Kepala Desa.
“Status TMP akhirnya dirubah menjadi Monumen Korban Panyapuan Galung Lombok. Ini adalah kemenangan besar bagi sejarah dan identitas Desa kita,” kata Baharuddin dengan rasa syukur yang mendalam.
Kini, Baharuddin fokus pembangunan fisik monumen, termasuk pagar dan jembatan yang akan menjadi akses utama menuju lokasi tersebut. Ia juga di janji oleh Bidang Kebudayaan Disdikbud Polewali Mandar untuk membangun jembatan pada tahun 2025.
“Monumen ini bukan hanya milik Desa Galung Lombok, tetapi juga warisan berharga bagi generasi mendatang. Saya berharap semua pihak terkait dapat memberikan dukungan penuh untuk mewujudkan pembangunan ini,” harap Baharuddin.
Dengan semangat juang yang tak pernah padam, Baharuddin membuktikan bahwa sejarah bukanlah sekadar kenangan. Tapi koneksitas yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, sebuah warisan yang harus dirawat dan dijaga agar tetap hidup di hati masyarakat.
Penulis : Assul Rajab Abduh
Editor. : Salim Majid