BANNIQ.Id. PASANGKAYU – Tidak setuju dan merasa ada yang janggal dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2020, tiga anggota DPRD Pasangkayu yang tergabung dalam Fraksi Hanura melakukan aksi Walkout /WO (meninggalkan ruang) dalam rapat paripurna persetujuan bersama antar Eksekutif dan Legislatif RAPBD 2020 yang sedang berlangsung, Senin 2 Desember 2019.
Ketiganya, masing-masing Wakil Ketua Fraksi Nurani Membangun Herman Yunus , dan kedua anggota Fraksi Andi Yusuf dan Alimuddin.
Herman Yunus kepada wartawan usai melalukan walkout beralasan, sebagai anggota Banggar (Banggar) yang rutin mengikuti rapat, yang sampai detik ini belum ada kata kesepakatan, atas alasan itu ia melakukan WO . Ia juga menilai, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang diketuai Sekda Pasangkayu, Firman tidak transparan soal anggaran.
“Tidak ada paripurna jika tidak ada kesepatan antara Banggar (DPRD) dan TAPD. Terutama terkait dokumen, padahal anggota DPRD punya hak untuk tahu,” tandas Herman.
Masih kata dia, ada kejanggalan, sebab ada program yang tidak rasional. Seperti yang ia jadikan sampel, penyewaan tenda pada acara HUT Pasangkayu yang menelan anggaran sekira Rp 800 juta bagi seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Meski mengacu pada Perbup nomor 22 tahun 2019 soal sewa tenda yang menetapkan Rp 2.5 juta perpaket, tapi ternyata tiba-tiba membengkak menjadi Rp 20 juta untuk 40 jumlah OPD. Ini bisa dikategorikan mark up (penggelembungan) anggaran daerah.
Ia menambahkan, sangat tidak etis menggunakakan uang rakyat, apalagi jumlahnya begitu besar sehingga dianggap tidak wajar.
Mestinya anggaran seperti itu sebutnya, lebih baik dialokasikan ke kebutuhan mendasar masyarakat.
Setidaknya, total RAPBD Pasangkayu tahun 2020 mencapai Rp935 miliar, termasuk di dalamnya penambahan Rp73 miliar yang dianggap belum jelas peruntukannya.
“Hanya untuk merasionalkan bukan maksud mencekal pembahasan, tapi ini bagian dari preventif,” tambah Herman yang juga sebagai Ketua PPP Pasangkayu.
Bukan hanya itu lanjut Herman, salah contohnya lagi yakni, Kerangka Acuan Kerja atau yang sering disebut KAK OPD, juga tidak pernah diperlihatkan sebelum dalam proses pembahasan ke Banggar. Akhirnya DPRD yang memiliki hak, kewalahan untuk mengontrol.
“Untuk bukannya saya tidak pernah meminta dokumen pendukung tentang jenis seluruh kegiatan, namun pihak TAPD tidak berkenan memberikan, hingga pada akhir pembahasan anggota DPRD yang memerlukan dokumen KAK, tapi lagi-lagi itu juga tidak diindahkan. Saya merasa, seakan Pemda mau mereduksi fungsi DPRD, baik bugeting maupun pengawasan,” Kilah Herman.
Terpisah , sebagai masyarakat Pasangkayu, Ikram Ibrahim juga menyoroti pembahasan RAPBD Pasangkayu tahun 2020. Jika pembahasan mengalami kebuntuan (deadlock), maka buntutnya kerugian bagi daerah.
“Padahal kitakan ketahui bersama, bahwa berdasarkan pasal 317/UU 23 tentang pemerintahan daerah, batas maksimal pelaksanaan pembahasan APBD, tanggal 30 November 2019. Jika menyesuaikan pelaksanaan penjabaran APBD sebelumnya, dengan didasari peraturan kepala daerah, anggota DPRD akan terkena sanksi tidak menerima gaji selama 6 bulan masa kerja,” jelas mantan Anggota DPRD periode 2014-2019 ini.
Sementara Sekretaris Daerah Pasangkayu, Firman selaku ketua TAPD saat dihubungi via ponsel, belum memberikan respon hingga berita ini tayang.|andis-S
Ketfo : WALKOUT. Tiga Anggota DPRD Pasangkayu dari Fraksi Nurani Membangun, Herman Yunus, Andi Yusuf dan Alimuddin melakukan Wolkout pada Rapat paripurna persetujuan bersama RAPBD 2020, Senin 2 Desember.