BANNIQ.Id.Sulbar. Tim penyidik Pidsus Kejati Sulbar kembali menahan tersangka dugaan korupsi kasus Peremajaan Sawit Rakyat ( PSR) atau Renflanting di Kabupaten Pasangkayu TA 2019, Berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat,Nomor: PRINT – / P.6/ Fd.2/ 06/ 2022, PRINT – / P.6/ Fd.2/ 06/ 2022, tanggal 15 Juni 2022, Rabu 15 Juni 2022.
Penahanan terhadap tersangka AB dan SB oleh Penyidik Pidsus Kejati Sulbar melakukan terhadapan a tersangka masing-masing AB dan SB di Rutan Klas IIB
Mamuju selama 20 hari ke depan.
” Penahanan tersebut dilakukan dengan pertimbangan, Alasan Objektif: Pasal yang disangkakan kepada Tersangka adalah Pasal yang ancaman hukumannya di atas 5 (lima) tahun vide Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP,kemudian Alasan Subyektif, Adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mempengaruhi saksi-saksi lainnya,” jelas Kajati Sulbar,Didik Istiyanta,SH;MH saat gelaran Konfrensi Pers di Kantor Kejati,didampingi Kasi Pidsus,Feri Mupahir,SH;MH,Kasi Penyidikan Dr Rizal,F SH ; MH dan Kasi Penkum Amiruddin,SH.Rabu sore (15/6).
Ditambahkan, berkas Perkara tersangka telah dalam tahap penyusunan, sehingga proses penanganannya akan cepat selesai.
Untuk Posisi perkaranya, Koperasi BMT BH didirikan pada tahun 2015 merupakan koperasi yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU.
Perkoperasian karena didirikan oleh satu orang tanpa rapat anggota serta tidak memiliki kegiatan koperasi, sehingga seluruh pengurusnya pun merupakan pengurus yang tidak sah menurut peraturan perundang-undangan.
” Tersangka AB mengukuhkan dirinya sendiri menjadi ketua tanpa melalui rapat anggota sehingga juga tidak prosedural dan
bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku. Selanjutnya tersangka AB
mengeluarkan surat keputusan sendiri mengangkat tersangka SB sebagai Direktur
Pengurus dan Pengelola Koperasi BMT BH Cabang Lilimori tanpa melalui rapat anggota dan akta pengukuhan sehingga juga bertentangan dengan ketentuan dalam UUPerkoperasian,” beber Didik.
Kemudian Pada tahun 2017 sampai dengan 2018, lanjut Didik, Para Tersangka mengumpulkan dokumen berupa
sertifikat, foto copy KTP dan akta tanah lainnya yang bukan merupakan milik dari anggota koperasi, hal tersebut semata-mata hanya untuk memenuhi syarat administrasi pengajuan permohonan bantuan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
“Adapun permohonan bantuan dana PSR yang diajukan untuk 150 pekebun dengan luas lahan 400,5178 Ha di Desa Lilimori Kecamatan Bulutaba sehingga bertentangan dengan ketentuan Keputusan
Direktur Jenderal Perkebunan.Pengajuan permohonan tersebut selanjutnya diserahkan kepada Rusman (Alm) Kabid
Perkebunan Kab. Pasangkayu,” imbuhnya.
Kemudian tanpa dilakukan verifikasi sebut Didik, Rusman mengajukan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Perkebunan. Setelah dilakukan verifikasi administrasi, usulan tersebut disetujui dan sekitar Oktober 2019 sampai
Desember 2019 dana masuk ke rekening atas nama Koperasi BMT Bukit Harapan pada dengan jumlah dana keseluruhan sebesar Rp.8.625.292.500,-;Bahwa dana bantuan PSR sebanyak Rp.4.424.976.501,- yang dicairkan tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya, karena diberikan kepada para pekebun yang bukan merupakan anggota Koperasi Syariah BMT Bukit Harapan sehingga tujuan tidak tepat sasaran dan hanya mengambil keuntungan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, sehingga tidak sesuai dengan Keputusan Dirjenbu dan Permenkeu.
” Bahwa perbuatan para Terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp. 8.625.292.500, dan Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal
20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar,” pungkas Didik.|asdar