BANNIQ.Id.Polewali. Ditandai letusan Pistol yang ditembakkan Oleh Wagub Sulbar,Hj.Enny Anggraeny Anwar, di Pantai Bahari Polewali, Kamis(8/8/ 21 perahu Sandeq melesat meninggalkan pantai Bahari menuju ke laut Majene.
Melalui sambutan pelepasan SR 2019, Wagub Sulbar Hj.Enny Anggraeni Anwar, menegaskan bahwa SR merupakan upaya pemerintah Pemprov Sulbar dalam melestarikan Kebudayaan khususnya kebudayaan Bahari, sebagai artefak budaya Bahari Sulbar warisan nenek moyang.
Lebih jauh Enny menguaraikan bahwa Sandeq merupakan perwujudan kebudayaan bahari(pantai) dan Budaya gunung, meskipun secara fisik kata Enny sandeq adalah hasil kebudayaan Bahari, tetapi kayu untuk membuat sandeq dihasilkan oleh kebudayaan pegunungan.
” sandeq adalah penyatuan antara kebudayaan pantai dan kebudayaan pegunungan, karena karena kayu untuk membuat perahu sandeq berasal dari gunung, dan perwujudan kebudayaan pantai dan pegunungan di Masa lalu ditandai dengan ikrar Allamungan Batu di Luyo, dengan konteks Pitu Ulunna salu dan Pitu Ba’bana Binanga,” Paparnya.
Dalam pertautan budaya lain, Sandeq juga erat kaitannya dengan budaya tenun yang dilakukan oleh Perempuan Mandar.
” Di masa lalu di mandar, jika sang suami pergi melaut dengan perahu sandeq, sang istri menunggu di rumah dengan menenun sarung sutra manakala tenunan sudah hampir selesai lazimnya sandeq juga akan segera kembali, dalam budaya mandar ini disebut budaya sibaliparri,” Bebernya.
Diakhir sambutannya, istri mantan Gubernur Sulbar H.Amwar Adnan Saleh ini, berpesan kepada para passandeq untuk tetap bersemangat dan selamat hingga ke garis finish di Mamuju.
Kepala Dinas Pariwisata Sulbar, Drs.H.Farid Wajidi,M.Si. di panggung yang sama juga menegaskan bahwa pelaksanaan SR yang merupakan Agenda Rutin setiap Tahun Dinas Pariwisata, sebagai bahagian dari upaya pelestarian.budaya bahari nenek moyang orang mandar, yang yrlahampi menciptakan perahu sandeq baik.sebagai moda transportasi maupun media untuk menangkap ikan.
” Sandeq Race ini adalah manipestasi pelesatarian artefak budaya bahari mandar, dimana nenek moyang kita di masa lalu telah mampu membuat perahu sandeq, baik sebagai moda transportasi,maupun sebagai media yang digunakan untuk menangkap ikan, dan jika kita tidak wujudkan dalam event SR pastilah artefak budaya ini akan punah,” ungkap Farid.
Terkait lomba SR tahun 2019,sambung Farid terdiri dari beberapa lomba, yakni lomba segitiga di tiga daerah yakni Polewali, Majene dan Mamuju. Untuk Race, terbagi dalam IV etafe, etafe I, Polewali-Majene, Etafe II,Majene -sendana, Etafe III, Sendana-Deking, dan Etafe IV ,Deking-Mamuju.
Respon pelaksanan SR tahun 2019,juga disampaikan pihak Kemenpar yang diwakili sekertaris tim percepatan pengembangan wisata bahari Kemenpar,Ratna Suranti.Kata Ratna ajang SR sebagai media pelestarian Budaya bahari di Sulbar, patut diapresiasi, karena sandeq merupakan perahu bercadik yang hanya ada di Sulbar.
Di pentas dunia, sambung Ratna Sandeq Race sudah dikenal, hal tersebut dapat dilihat di Wikipedia.” sandeq race ini sudah dikenal Dunia, ini awalnya karena penelitian ilmuwan Jerman bernama Horst, yang telah meneliti secara detail tentang sandeq,Untuk lebih jelasnya silahkan baca di Wikipedia,” Urainya.
Lebih jauh Ratna berharap agar Sandeq dapat lebih dikenal oleh masyarakat di Luar Sulbar, mungkin ke depan kata Ratna ada atraksi pembuatan Perahu Sandeq di desa dimana perahu itu dibuat.
” Sebuah wisata sebisanya tidak hanya dinikmati, tetapi bagaimana kita menggali pemahaman tentang wisata tersebut, misalnya perahu sandeq ini, ke depan perlu ada atraksi pembuatan Perahu di desa tempat pembuatannya,agar kita lebih paham tentang sandeq,” Pungkasnya.|smd