BANNIQ.Id.Makassar.Gerakan Radikal Anti Tindak Pidana Korupsi (GRATK) FH-UNHAS menggelar aksi diam secara serentak
di berbagai daerah pada Selasa, 18 Mei 2020 Pukul 16.00 Wita.
Kordinator Aksi Yusuf B yang juga ketua Garda Tipikor FH Unhas mengatakan, Aksi ini bertujuan untuk menunjukkan
keseluruh masyarakat indonesia bahwa KPK sedang diambang kehancuran akibat keserakahan elit
penguasa.
“Ini langkah awal kami, jadi semacam agitasi wacana dulu sebelum lanjut ke step berikutnya, Kami berharap lewat aksi Serentak ini, masyarakat bisa melihat bagaimana para elit penguasa secara
terang-benderang menghancurkan KPK dan pemberantasan korupsi di negara kita saat ini” Ujar Yusuf B.
Ditambahkan, Pasca putusan MK yang lalu atas UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 ini, nampak bahwa kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia sudah berada di titik nadir. Hal itu terlihat dengan jelas ada semacam orchestrasi untuk membunuh KPK secara terencana dan putusan MK menjadi bagian dari rencana tersebut yaitu mulai dari revisi UU KPK, pemilihan komisioner KPK bermasalah hingga alih fungsi pegawai KPK melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan.
Meski Presiden Jokowi dalam pernyataannya tidak setuju jika tes wawasan kebangsaan dijadikan dasar pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lulus sebut Yusuf, dan
di dukung oleh wakil ketua KPK Nurul Ghufron yang mengaku sejalan dengan apa yang dinyatakan presiden jokowi.
“Mudah-mudahan ini bukan sekedar gimik atau bagian dari orchestrasi yang disinggung
di awal, Sebelum putusan ini,” timpalnya.
Sebelumnya kata Yusuf, KPK memang diduga sudah memproduksi banyak masalah antara lain; Kebijakan kontroversial Pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai KPK yang diantaranya, banyak penyidik senior yang berintegritas melalui SK yangdikeluarkannya. Tes wawasan kebangsaanseolah-olah dijadikan kamuflase untuk mengebiri para prajurit yang selama ini dianggap sebagai simbol dari KPK.
Masih terkait rangkaian masalah tersebut timpal Yusuf, Tes Wawasan Kebangsaan yang substansi pertanyaannya absurd, konyol dan irasional. Beredar dimedia pengakuan pegawai yang tidak lulus TWK dan mempersoalkan pertanyaan yang tidak relevan mulai dari jilbab, qunut, HRS, FPI, LGBT, Islamnya Islam apa dan berbagai pertanyaan nyeleneh lainnya.
Selain itu masih kata Dia, KPK tidak disebut lagi sebagai lembaga Independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Runtuhnya independensi lembaga akibat alih status pegawai menjadi ASN. Sehingga hal ini akan beresiko terhadap independensi pegawai yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan.
Juga, Jangka waktu SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara. Terbukti pada kasus BLBI kemarin yang sempat heboh karena di SP3 kan oleh
KPK.
Belum lagi kasus-kasus korupsi besar seperti: e-KTP, Kasus Mafia Migas, korupsi pertambangan dan perkebunan, korupsi kehutanan dan kasus lain dengan kerugian keuangan negara yang besar. Dibandingkan dengan penegak hukum lain yang mengacu pada KUHAP, tidak terdapat batasan waktu untuk SP3, padahal KPK menangani korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, bukan tindak pidana
umum.
“Tsunami oligarki, Jelas telah membuat KPK dalam kondisi sekarat. Presiden RI, DPR RI, MK, dan Pimpinan KPK merupakan aktor-aktor yang mesti dimintai pertanggung jawaban atas pelemahan KPK,” Simpulnya.| rils/asd